BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Toyota Motor Manufacturing Indonesia

Ciptakan Ekosistem dengan Minim Jejak Karbon, Begini Upaya Akademisi Sambut Era Elektrifikasi Indonesia

Kompas.com - 23/08/2022, 14:51 WIB
Aningtias Jatmika,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Indonesia terus berupaya menurunkan emisi karbon demi mencapai komitmen net-zero emission (NZE) pada 2060.

Dalam mencapai target tersebut, pemerintah tengah menerapkan lima prinsip utama. Empat di antaranya adalah peningkatan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), pengurangan energi fosil, peningkatan pemanfaatan listrik pada rumah tangga dan industri, serta pemanfaatan carbon capture and storage (CCS).

Kemudian, prinsip kelima dan yang tak kalah penting adalah penggunaan kendaraan listrik di sektor transportasi.

Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pun menargetkan, populasi kendaraan listrik di Indonesia mencapai 3 juta unit pada 2030. Dengan target itu, tingkat karbon dioksida (CO2) diprediksi bakal turun hingga 4,6 juta ton.

Peneliti teknik tenaga kelistrikan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Agus Purwadi mengatakan bahwa pengembangan kendaraan listrik bukan sekadar penggunaan kendaraan ramah lingkungan. Lebih dari itu, persiapan memasuki era elektrifikasi perlu dilakukan dari hulu hingga hilir.

“Ekosistem tersebut harus mengupayakan jejak karbon seminimal mungkin dalam seluruh prosesnya, mulai dari produksi, penyediaan dan pembangunan infrastruktur, hingga after sales service,” ujar Agus kepada Kompas.com, Senin (1/8/2022).

Agus mencontohkan, sebagai komponen terpenting dalam kendaraan listrik, penggunaan baterai pun harus memperhatikan jejak karbon yang minim. Oleh sebab itu, sumber energi yang disimpan di dalam baterai mobil listrik harus berasal dari energi bersih.

(Baca juga: Menilik Kesiapan Indonesia Kejar Target Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca lewat Kendaraan Elektrifikasi)

Sebagaimana diketahui, saat ini, pengisian baterai mobil listrik masih memanfaatkan sumber energi yang berasal dari batu bara.

“Secara bertahap, penggunaan energi berbasis batu bara bisa dikurangi serta digantikan dengan EBT, misalnya energi surya (karena penggunaannya sesuai dengan kondisi Tanah Air),” ucap Agus.

Tak sampai di situ, ekosistem kendaraan listrik juga harus memperhatikan after sales service baterai tersebut.

Saat tak lagi dipakai, limbah baterai bisa diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan jejak karbon yang sedikit. Dalam hal ini, industri otomotif harus menerapkan prinsip recycle, reused, dan reduce (3R).

Peran akademisi dan kolaborasi triple helix

Melihat rantai panjang ekosistem kendaraan listrik, Agus menilai bahwa Indonesia membutuhkan sumber daya manusia (SDM) unggul dengan kemampuan (skill) kompeten demi menyongsong era elektrifikasi.

Menjawab tantangan tersebut, akademisi, termasuk institusi pendidikan, dinilai memiliki peran besar dalam penciptaan SDM yang mumpuni.

Menurut Agus, universitas perlu berperan aktif dalam mendidik mahasiswa agar siap berkontribusi dalam era elektrifikasi. Lulusan universitas pun diharapkan bisa mempersiapkan industri kendaraan listrik, termasuk ekosistemnya.

“Tak hanya mechanical serta electrical, ekosistem kendaraan listrik juga membutuhkan SDM dengan kemampuan di bidang lain, seperti information technology (IT), sistem automasi, EBT, dan big data,” jelas Agus.

Generasi muda bangsa, lanjut Agus, diharapkan dapat menjadi salah satu pelopor atau forerunner dalam kegiatan pembelajaran serta penelitian teknologi elektrifikasi, energi hijau, dan mobility di Indonesia pada masa mendatang.

Agus menjelaskan, demi memuluskan langkah tersebut, institusi pendidikan tidak bisa berjalan sendiri. Kolaborasi triple helix antara akademisi atau academic, bisnis atau business, dan pemerintah atau government (ABG) dibutuhkan untuk menyongsong era elektrifikasi. Dengan demikian, seluruh elemen ini dapat mengurangi karbon bersama-sama.

Menurut dia, sebagai regulator, pemerintah harus memfasilitasi institusi pendidikan untuk menciptakan SDM sesuai kebutuhan ekosistem kendaraan listrik.

(Baca juga: Karbon Jadi Musuh Bersama, Bagaimana Langkah Bersama Menghadapinya?)

Peneliti teknik tenaga kelistrikan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Agus Purwadi dalam seminar nasional yang digelar di Bandung, Jawa Barat, Jumat (20/5/2022).TMMIN Peneliti teknik tenaga kelistrikan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Agus Purwadi dalam seminar nasional yang digelar di Bandung, Jawa Barat, Jumat (20/5/2022).

Agus mencontohkan, pemerintah bisa membantu penyusunan kurikulum dan menyiapkan tenaga pendidik sesuai dengan bidang ilmu yang dibutuhkan.

Salah satu aspek penting yang harus disiapkan dalam era elektrifikasi adalah SDM. Untuk itu, diperlukan pengembangan SDM Indonesia yang berdaya saing. Menurut Agus, dibutuhkan sejumlah keahlian baru untuk menyongsong era elektrifikasi.

Kesiapan SDM Indonesia menghadapi era elektrifikasi juga tak lepas dari kolaborasi antara sektor industri dan akademisi. Lewat kerja sama dengan institusi pendidikan, industri otomotif bisa menginisiasi berbagai riset dan penelitian terkait kendaraan listrik.

Seperti halnya yang kini dilakukan Agus dan tim peneliti ITB beserta PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN).

Dengan dukungan TMMIN, Agus tengah mengembangkan riset elektrifikasi. Dalam riset ini, Agus mengubah Toyota Calya yang berbasis internal combustion engine (ICE) 1.200 cc menjadi battery electric vehicle (BEV). Hasil riset itu pun telah dipaparkan dalam seminar nasional yang digelar di Bandung, Jawa Barat, Jumat (20/5/2022).

Agus meyakini bahwa keberhasilan era elektrifikasi di dalam negeri bisa mendukung upaya peta jalan pemerintah dalam mencapai target NZE pada 2060.

Keberhasilan tersebut juga menjadi salah satu upaya TMMIN untuk terus berkontribusi bagi Indonesia menuju era netralitas karbon dengan tetap menjadi produsen kendaraan listrik yang berdaya saing global dan pemain penting dalam global supply chain.

(Baca juga: Emisi Gas Buang Kendaraan, Pembunuh Senyap yang Dinilai Lebih Mematikan Dibanding Covid-19)

Lebih dari itu, ekosistem kendaraan listrik juga dapat menciptakan lapangan kerja baru dan memberikan efek berantai bagi perekonomian nasional.

Sebagai informasi, pada 2021, sektor otomotif menyerap sekitar 1,5 juta tenaga kerja di sepanjang rantai nilai industri ini.

Kehadiran elektrifikasi dinilai akan menumbuhkan bidang pekerjaan baru di sektor tersebut. Ke depan, SDM yang akan terserap ini pun bukan hanya berasal dari satu disiplin ilmu, melainkan lebih luas lagi.

Selain dalam proses produksi, tenaga kerja baru itu juga akan mengisi sejumlah sektor turunan kendaraan listrik. Beberapa di antaranya adalah industri pembuatan suku cadang, penjualan dan after sales service, serta infrastruktur penunjang kendaraan listrik, seperti stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU).

“Dengan kolaborasi antara akademisi, bisnis, dan pemerintah, kelak Indonesia akan menjadi leader di era elektrifikasi,” imbuh Agus.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau