“Situasinya sudah berbeda sekarang. Dulu China itu kan baru mau tumbuh. Jadi kebijakan reformasi ekonomi yang dibikin Deng Xiaoping (1978-1989) baru mau jalan,” ucap Martinus.
“Kalau sekarang (China) sudah jadi banget. Kita lihat mobil-mobil bikinan China sudah bagus desainnya, secara engineering juga hebat. Bahkan BYD sudah mengalahkan Tesla untuk pasar di China. Jadi petanya sudah berubah,” kata dia.
Baca juga: Bedah Interior Stargazer, Avanza, dan Xpander, Mana yang Paling Mewah?
Jangan Tergiur Harga Murah
Berkaca dari kejadian masa lalu, sudah sepatutnya konsumen menjadi lebih jeli dalam memilih suatu produk. Pengamat otomotif Bebin Djuana, mengatakan, serbuan motor listrik asal China yang terjadi saat ini mungkin kejadian yang serupa tapi tak sama.
Serupa karena memang mayoritas motor listrik berasal dari China. Namun, tidak sama kondisinya karena motor listrik dan motor konvensional memiliki komponen yang berbeda.
Dulu mocin yang masuk merupakan motor konvensional dengan mesin bakar internal, yang memiliki banyak komponen. Sementara kini, motor listrik berdatangan dengan komponen yang jauh lebih sedikit.
Baca juga: Transjakarta Operasikan Lagi Bus Warna Pink Khusus Wanita
“Jadi saya katakan serupa tapi tak sama, bisa saja bahwa mungkin ada beberapa bagian dari motor yang rusak. Tetapi bagian itu komponennya tidak banyak. Sehingga rasanya lebih mudah diatasi,” ucap Bebin, kepada Kompas.com (25/7/2022).
“Benar yang akan dirugikan adalah konsumen, terutama konsumen yang tergiur harga murah. Seyogyanya masyarakat sudah menjadi lebih jeli, untuk tidak menerima produk yang abal-abal,” ujar dia.
Lantas, bagaimana cara untuk mengetahui bahwa kualitas sebuah motor listrik bisa dipertanggungjawabkan? Bebin menyarankan agar konsumen lebih memperhatikan kualitas baterai kendaraan listrik dari spesifikasinya.
Baca juga: Adu Klaim Konsumsi BBM Aprilia SR-GT 200 vs Honda ADV 160
“Sekarang nilai termahal dari kendaraan listrik adalah baterai, jadi baterai yang harus digaransi. Bahasa garansinya baterai, tidak seperti kendaraan masa lalu selama 3 tahun atau 100.000 km, bukan itu. Tapi, baterai yang ada di kendaraan saya ini berapa lifecycle,” katanya.
Ia menjelaskan, misalnya baterai yang terpasang adalah digaransi hingga 1.000 cycle atau siklus. 1 kali siklus artinya waktu Anda charging dari nol ke 100 persen, seperti mengisi daya smartphone.
Kalau Anda melakukan satu hari sekali, dan satu tahun 365 hari, berarti baterai kendaraan listrik tersebut bisa bertahan hingga 3 tahun.
“Tetapi ketika Anda pemakaiannya sehari bisa ngecas dua kali, karena jalannya jauh, tinggal dihitung. Karena yang dihitung adalah lifecycle. Bukan satuan waktu atau jarak. Itu yang menentukan sebagai pegangan,” ucap Bebin.
Baca juga: Perbandingan Fitur Aprilia SR-GT 2022 vs Honda ADV 160
Sementara itu, mengenai ketersediaan jaringan purnajual, menurut Bebin sudah tidak sepenting kendaraan konvensional. Lagi-lagi ia beralasan karena komponen kendaraan listrik yang jauh lebih sedikit dibandingkan kendaraan konvensional.
“Jadi saya membayangkan ketika punya masalah, yang dicari malah seperti montir elektronik. Artinya kalau punya motor listrik enggak perlu nyari bengkel,” kata Bebin.
“Memang kendaraan listrik itu nyaris dipertanyakan, apanya yang mau dipelihara? Mobil listrik saja servis di bengkel resmi paling setahun sekali. Jadi kita yang harus berubah, pemakai atau pemilik kendaraan yang berubah,” ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.