JAKARTA, KOMPAS.com - Ketersediaan sumber daya yang melimpah membuat Indonesia berpotensi untuk jadi pemain besar pada era elektrifikasi kendaraan bermotor dunia.
Bahkan apabila dibandingkan dengan negara lainnya terkhusus di ASEAN, Tanah Air mampu melampaui pesaing terkuatnya yaitu Thailand baik dari sisi tingkat produksi kendaraan maupun penjualan.
Namun, bisakah Indonesia membuat mobil listriknya sendiri seperti Vietnam melalui Vinfast?
Sebab, langkah tersebut dipercaya lebih efektif untuk mempercepat ekosistem kendaraan listrik nasional.
Baca juga: AISI Siapkan Motor Listrik Sesuai Kebutuhan Pasar
Staf Khusus Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Agus Tjahjana Wirakusumah mengatakan, hal itu dapat saja terjadi. Tapi harus ada komitmen yang berkesinambungan dari seluruh pihak.
"Memang, kita memiliki sumber daya alam yang besar untuk jadi pemain besar di kendaraan listrik (nikel) serta sumber daya manusia yang bagus. Tetapi ini tidak cukup bila pemerintah saja yang bergerak," katanya dalam bedah buku Industri Otomotif Untuk Negeri, Menjadi Pemain Utama Era Mobil Listrik, Kamis (24/2/2022).
"Vinfast itu siapa penggeraknya? Swasta. Ia salah satu konglomerat yang memiliki kemampuan untuk itu dan berani membenamkan sekitar Rp 40 triliun di program tersebut. Kemudian baru didukung ramai-ramai," lanjut dia.
Baca juga: Ini Bahaya Berkendara di Lajur Kanan Jalan Tol
Pasalnya, industri kendaraan listrik merupakan bisnis besar. Dari produksi atau manufaktur saja, membuat mobil tidak bisa 10-20 unit tapi ratusan.
Belum lagi bagian-bagian lainnya yang berkaitan seperti produksi baterai dan biaya riset dan pengembangan (RnD). Di samping itu, infrastruktur di seluruh wilayah yang menjadi target pasar utama pun perlu diperhatikan.
"Dari sisi assembling, rata-rata itu 500 unit paling kecil. Kemudian dikali ratusan juta, kalau tidak laku bagaimana? Itu harus dipikirkan bersama, jadi harus ada andil dari seluruh pihak," ucap Agus.
Baca juga: Ongkos Angkut Barang di Indonesia Masih Tidak Punya Standar
Adapun alasan swasta yang memiliki kemungkinan besar untuk bisa produksi mobil nasional, lanjut dia, karena dalam masa jabatan pimpinan tertinggi sangatlah panjang dibandingkan perusahaan pelat merah (BUMN).
"Sehingga secara kontinuitas menjalani strategi perusahaan optimal. Bila BUMN, tiap dua tahun sekali ganti. Jadi menurut saya kalau BUMN yang bergerak tidak akan bisa cepat tercipta," ujar dia.
"Nah, sekarang ada tidak konglomerat di Indonesia yang bersedia mengambil kesempatan masuk ke elektrifikasi? Apabia ada, harus didukung secara bersama-sama dan pemerintah pasti akan mendorongnya," lanjut Agus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.