TANGERANG, KOMPAS.com – Tren kendaraan listrik dalam negeri diprediksi bakal menemui banyak masalah dan kendala dalam perjalanannya, termasuk implementasi di Indonesia. Oleh sebab itu, perlu dilakukan aktivitas riset dan pengembangan sebagai bagian dari industri yang berkelanjutan.
Laksana Tri Handoko, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengatakan, aktivitas riset merupakan kegiatan yang menyedot banyak biaya dan berisiko, sehingga pemerintah harus hadir.
“BRIN hadir dalam konteks membantu semua pihak termasuk kementerian atau lembaga dan pelaku usaha untuk masuk ke aktivitas riset dengan investasi yang seminimal mungkin,” ujar Handoko, dalam pembukaan IEMS 2021 di Serpong, Tangerang (24/11/2021).
Baca juga: Ganjil Genap Tetap Berlaku di Tempat Wisata Selama PPKM Level 3 Libur Nataru
Untuk diketahui, riset dan pengembangan belum tentu berhasil dilakukan seorang peneliti, sehingga banyak swasta yang enggan terlibat dalam kegiatan tersebut.
Padahal, itu merupakan sesuatu yang lumrah dalam aktivitas riset. Ia pun mengajak para pelaku usaha, baik UMKM maupun pelaku usaha besar, untuk memberikan problem kepada BRIN sebagai bahan dasar penelitian.
“Jadi tolong dibawakan problem lah dari Kemenko Marves, ESDM, Kemenperin, atau dari pelaku usaha,” kata Handoko.
Baca juga: Adu Jumlah SPK di GIIAS 2021, Lebih Banyak Veloz atau Xpander?
Ia menambahkan, siapapun yang melakukan kegiatan riset secara kolaboratif dengan pihaknya tidak akan dikenakan biaya.
“Tapi, kalau berhasil saya minta sharing property right-nya. Kita lisensi kembali. Lisensinya minimal 60 persen akan dikembalikan ke Negara sebagai PNBP, yang 40 persen saya serahkan ke inventornya, ke bapak atau ibu periset saya,” ucap Handoko.
Menurut Handoko, kegiatan riset rata-rata kemungkinan keberhasilannya hanya 20 persen. Bahkan, untuk riset jenis obat-obatan dan vaksin kemungkinan keberhasilannya hanya 10 persen.
Baca juga: Ada Oknum Nakal Modus Sewa Kendaraan di Bali, Cek Kendaraan Dahulu
“Itu sebabnya kalau yang obat saya minta sampai 90 persen royaltinya kalau berhasil, yang saya minta ke inventornya 10 persen atau maksimal 20 persen,” ujar dia.
“Ini perlu dilakukan agar ke depan bapak ibu pemilik usaha memiliki R&D tanpa harus investasi di awal. Nanti kalau sudah berhasil saya yakin sedikit demi sedikit bapak ibu melakukan R&D sendiri,” kata Handoko.
Sebelumnya, Dadan M. Nurjaman, Kepala Organisasi Research Pengkajian dan Penerapan Teknologi BRIN, mengatakan, pihaknya telah melakukan akselerasi riset dan inovasi terkait teknologi kunci KBLBB untuk mendukung program pemerintah.
Baca juga: Rendering Yamaha MT25 Tracer
“Untuk mendukung teknologi KBLBB roda empat, BRIN bersama PT Mobil Anak Bangsa (MAB) dan industri dalam negeri lainnya mengembangkan platform sasis dan bodi, controller, motor listrik, serta charging station,” ucap Dadan, pada kesempatan yang sama.
“Sedangkan untuk percepatan teknologi roda dua bersama Gesits telah dikembangkan motor listrik, rem, suspensi, serta fast charging station,” tutur dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.