Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ditabrak dari Belakang, Siapa yang Salah?

Kompas.com - 13/10/2021, 14:01 WIB
Aprida Mega Nanda,
Azwar Ferdian

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kecelakaan yang disebabkan dari tabrak belakang oleh pengendara lain kerap terjadi di jalan raya.

Tidak sedikit orang berpendapat jika mereka yang menabrak terlebih dahulu dari belakang sudah pasti salah, dan wajib mengganti rugi karena dinilai tidak menjaga jarak.

Namun, ternyata ada beberapa hal yang membuat pengemudi yang menabrak dari belakang kendaraan ini dikecualikan dan tidak selalu salah.

Pemerhati masalah transportasi Budiyanto mengatakan, dalam kasus kecelakaan lalu lintas tabrak dari belakang pada umumnya terjadi ketika mereka sedang mengemudikan kendaraan
mengabaikan jarak aman, dan jarak minimal yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Baca juga: Bus Medium Buatan Adiputro untuk Angkutan Karyawan Perusahaan Tambang

“Jarak aman dan jarak minimal dimaksudkan untuk antisipasi apabila kendaraan di depan melakukan pengereman secara mendadak atau akan mengubah arah. Sehingga kita dapat mengendalikan kendaraan yang kita kendarai dengan cara mengerem dan menghindar untuk menghindari kecelakaan,” ucap Budiyanto, Rabu (13/10/2021).

Lebih lanjut lagi, mantan Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya itu menjelaskan, menabrak dari belakang belum tentu penabraknya disalalahkan atau dijadikan tersangka.

Menurutnya pengendara kendaraan bermotor dapat terhindar dari tuntutan hukum, apabila ada alasan-alasan yang dapat dipertanggung jawabkan secara hukum, seperti:

Jarak Minimal dan Jarak Aman Semasa KendaranKemenhub Jarak Minimal dan Jarak Aman Semasa Kendaran

a.adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakan atau diluar kemampuan pengemudi (mengerem mendadak karena keadaan)


b.disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga (saat akan merubah arah, ganti lajur, putar balik tidak memberi isyarat sen dan tanda-tanda isyarat lain)


c.disebabkan gerakan orang dan/atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan.

“Kalau ada kasus-kasus kecelakaan, dan merasa tidak bersalah kemudian dijadikan tersangka, lakukan upaya-upaya hukum berupa Pra Peradilan. Dalam sidang Pra Peradilan nanti akan diperiksa, dan diputuskan apakah dalam penetapan sebagai ersangka sah atau tidak,” kata dia.

Baca juga: Bamsoet Sebut Harga Ideal Motor Listrik Maksimal Rp 15 Juta

Budi melanjutkan, setiap ada kejadian kecelakaan lalu lintas, petugas dari penyidik laka lantas pasti akan mendatangi tempat kejadian perkara (TKP) untuk mengetahui secara pasti tentang kejadian kecelakaan lalu lintas (TPTKP dan olah TKP).

“Petugas akan mengumpulkan bukti-bukti dan memeriksa saksi guna menentukan tersangka dari kasus kejadian kecelakaan tersebut. Untuk menentukan tersangka minimal harus ada 2 (dua) alat bukti. Alat bukti sesuai dalam KUHAP : Keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa (Pasal 184 KUHAP),” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau