Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Utama Terowongan dan Jembatan Pakai Marka Garis Tidak Putus

Kompas.com - 17/09/2021, 13:12 WIB
M. Adika Faris Ihsan,
Aditya Maulana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Saat berkendara, semua orang wajib patuh akan peraturan lalu lintas yang berlaku. Peraturan lalu lintas bisa beragam wujudnya. Selain rambu, ada pula marka yang terpasang di permukaan jalan.

Salah satu marka jalan yang umum ditemui adalah marka garis tidak putus. Marka ini memiliki arti bahwa pengendara dilarang melintasi garis tidak putus tersebut.

Dengan kata lain, pengendara tidak boleh menyalip kendaraan di depannya melebihi marka tersebut hingga memakai jalur dari arah yang berlawanan.

Berdasarkan makna dari marka tersebut, maka jalan yang berada di jembatan dan terowongan umumnya dipasangi marka garis tidak putus. Ada alasan mengapa di jembatan dan terowongan dilarang melakukan gerakan menyalip hingga dipertegas dengan pemasangan marka.

Baca juga: Sudah Tahu Fungsi Baut Panjang di Bawah Footpeg Motor?

Sejumlah kendaraan melintas di Underpass Simpang Dewa Ruci, Kuta, Badung, Bali, Sabtu (21/3/2020). Kawasan wisata yang biasanya ramai dan padat kendaraan saat ini menjadi lebih lengang setelah adanya edaran Pemprov Bali agar masyarakat melakukan aktivitas di rumah dan menerapkan Social Distancing atau menjaga jarak untuk pencegahan penyebaran COVID-19.ANTARA FOTO/NYOMAN HENDRA WIBOWO Sejumlah kendaraan melintas di Underpass Simpang Dewa Ruci, Kuta, Badung, Bali, Sabtu (21/3/2020). Kawasan wisata yang biasanya ramai dan padat kendaraan saat ini menjadi lebih lengang setelah adanya edaran Pemprov Bali agar masyarakat melakukan aktivitas di rumah dan menerapkan Social Distancing atau menjaga jarak untuk pencegahan penyebaran COVID-19.

Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu menjelaskan bahwa risiko kecelakaan akibat menyalip di terowongan atau jembatan lebih besar dibandingkan tempat lainnya.

Ia turut menyebutkan peluang kecelakaan karena menyalip atau berpindah jalur di kedua tempat tersebut bisa mencapai 70 persen.

“Bahayanya karena kalau di terowongan, visibilitasnya berkurang. Sedangkan di jembatan, ruang untuk menyalipnya terbatas, kanan dan kirinya sudah pagar,” kata Jusri kepada Kompas.com belum lama ini.

Baca juga: Ganjil Genap Berlanjut, Ini 8 Lokasi Penyekatan di Puncak Bogor

Jusri menegaskan bahaya melakukan gerakan menyalip di terowongan atau jembatan sama tingginya dengan menyalip saat di tikungan, lagi-lagi karena ruang gerak untuk menyalip sangat terbatas.

Belum lagi saat menyalip di jembatan, kendaraan bisa saja terjatuh ke bawah jembatan yang umumnya berupa sungai atau jurang. Apalagi pengendara yang melintasi jembatan rentan kehilangan keseimbangan akibat hembusan angin dari samping.

Ada sanksi yang mengancam apabila tetap nekat melakukan tindakan menyalip di kedua tempat tersebut. Menilik Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) Pasal 287 ayat 1 tertulis sanksi berupa kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling tinggi Rp 500.000.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com