JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah RI berencana menerapkan tarif pajak karbon sebesar Rp 75.000 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara.
Hal ini bertujuan untuk menekan serta mengendalikan pencemaran lingkungan hidup di dalam negeri secara khusus, yang diakibatkan oleh emisi karbon.
Adapun kebijakan tersebut tertuang di perubahan kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang dihimpun oleh Kompas.com.
Baca juga: Mengenal Marka Chevron yang Sering Ditemui di Jalan Tol
Kabarnya, pungutan baru ini akan diterapkan baik individu maupun perusahaan di sejumlah industri, seperti pulp dan kertas, semen, pembangkit listrik, industri petrokimia, otomotif, minyak sawit, serta makanan dan minuman.
Pajak karbon harus dibayarkan pada saat pembelian barang yang mengandung karbon pada akhir periode tertentu dari aktivitas menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu.
Dari sisi penerimaan, nantinya uang pajak yang didapat dari pajak karbon dapat dialokasikan untuk pengendalian perubahan iklim.
Dikatakan oleh Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong, aturan lebih lanjut akan dirumuskan di Peraturan Menteri Keuangan. Kini, beleid terkait bakal dibahas secepatnya.
Lebih lanjut, revisi UU KUP tersebut dinyatakan bahwa tarif pajak karbon ditetapkan paling rendah sebesar Rp 75 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara.
Baca juga: 7 Cara Anti-Blind Spot buat Pengendara Motor
Karbon dioksida ekuivalen (CO2e) merupakan representasi emisi gas rumah kaca antara lain senyawa karbon dioksida (CO2), dinitro oksida (N2O), dan metana (CH4).
Sedangkan, yang dimaksud dengan setara adalah satuan konversi karbon dioksida ekuivalen (CO2e) antara lain ke satuan massa dan satuan volume.
Ketentuan mengenai penetapan dan perubahan tarif pajak karbon, penambahan objek pajak yang dikenai pajak karbon selain yang sudah tertera, akan diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP).
Sebagai informasi, di negara lain pajak karbon dikenakan pada bahan bakar fosil karena emisi karbon yang ditimbulkan seperti batubara, solar, dan bensin.
Adapun Jepang, Singapura, Perancis, dan Chile mengenakan pajak karbon dengan rentang tarif 3 dollar Amerika Serikat (AS) hingga 49 dollar AS per ton CO2e.
Dengan menggunakan kurs rupiah sebesar Rp 14.500 per dollar AS maka rata-rata pajak karbon di empat negara tersebut berkisar Rp 43.500 hingga Rp 710.500 per ton.
Baca juga: Pentingnya Transportasi Logistik bagi Perekonomian Indonesia
Sementara, jika rencana kebijakan pajak karbon pemerintah Indonesia dikonversi dalam ton maka sekiar Rp 75.000 per ton.
"Dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC), Indonesia berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan business as usual dan sampai 41 persen dengan bantuan internasional pada tahun 2030," kata Alue, Senin (7/6/2021).
Ia menambahkan, 29 persen ekuivalen dengan 826 juta ton CO2 dan 41 persen ekuivalen dengan lebih dari 1,02 miliar ton CO2 yang diturunkan sampai jangka waktu sama.
Dalam kesempatan sama, Alue menyebutkan bahwa Pemerintah Indonesia bersama anggota masyarakat internasional yang lain telah mengadopsi Kesepakatan Iklim Paris dan menyusun NDC yang mencakup proyeksi potensi penurunan emisi gas rumah kaca.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.