JAKARTA, KOMPAS.com - Beredar video di media sosial, seorang pria yang melawan petugas polantas saat sedang menertibkan parkir liar yang menghambat arus lalu lintas. Kejadian tersebut terjadi di Ternate, Sabtu (8/5/2021).
Dalam video yang diunggah oleh akun instagram Polantas Indonesia, pria yang mengemudi Toyota Alphard itu diduga merupakan salah satu anggota DPRD Provinsi Maluku Utara yang memarkir kendaraannya di badan jalan.
Petugas polantas pun memintanya untuk segera menggeser kendaraan agar tidak menghambat lalu lintas.
Baca juga: Mudik Dilarang, Penumpang Bus di Terminal Pulogebang Langsung Anjlok
Alih-alih memindahkan kendaraannya, pria itu justru cuek dan melakukan tindakan yang berbahaya dengan menabrakan mobilnya saat petugas sedang mengatur lalu lintas untuk mengurai kepadatan.
Terkait hal ini, Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu mengatakan, bicara parkir di pinggir jalan maka merujuk pada dua hal yaitu soal peraturan dan etika. Aturan berdasarkan legalitas hukum, sementara etika berdasarkan empati.
Menurut Jusri, parkir di bahu jalan dibenarkan selama tidak ada larangan dilarang parkir atau stop.
Namun tidak selamanya jika tak ada larangan kemudian pemilik kendaraan bisa parkir seenaknya.
View this post on Instagram
“Aturan itu liner dengan bahaya. Jadi kalau seandainya tidak ada rambu tapi berbahaya, seperti di tikungan, karena kadang rambu suka tidak ada di radius 30 meter, maka sebaiknya tidak parkir,” kata Jusri belum lama ini kepada Kompas.com.
Kedua soal etika. Seperti disebutkan etika tidak berlandaskan hukum tapi empati. Hal ini yang kata Jusri merupakan masalah masyarakat Indonesia sekarang ini.
“Kalau ada keramaian, misalnya orang sudah parkir di kiri bahu jalan, dan dari arah berlawanan kita parkir di depan persis berdampingan di jalur kita. Memang tidak dilarang, tapi tidak etis. Sebab akan menimbulkan kemacetan,” katanya.
Artinya, ketika parkir harus mempertimbangkan kenyamanan, keamanan dan kelancaran lalu lintas yang ada. Jangan sampai walaupun tidak ada larangan, bisa membuat kenyamanan, kelancaran bahkan keselamatan orang lain terganggu.
Aturan dan sanksi
Secara umum, aturan mengenai perparkiran sebenarnya sudah tertuang dalam Pasal 275 ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), yang berbunyi:
“Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama (1) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).”
Kemudian, dipertegas kembali pada Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (PP Jalan) yang menyebutkan, setiap orang dilarang memanfaatkan ruang manfaat jalan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan.
Maksud dari “terganggunya fungsi jalan” adalah, berkurangnya kapasitas jalan dan kecepatan lalu lintas karena adanya penumpukan barang/benda/material di bahu jalan, berjualan di badan jalan, parkir, dan berhenti untuk keperluan lain selain dalam keadaan darurat.
Baca juga: Berpapasan dengan Mobil Lain di Tanjakan, Mana yang Harus Didahului?
Khusus di Jakarta, aturan perparkiran tertuang Dalam Perda Nomor 5 Tahun 2014 mengenai transportasi, aturan memiliki garasi tertuang dalam Pasal 140 ayat satu sampai dengan lima, dengan bunyi;
(1) Setiap orang atau badan usaha pemilik kendaraan bermotor wajib memiliki atau menguasai garasi.
(2) Setiap orang atau badan usaha pemilik kendaraan bermotor dilarang menyimpan kendaraan bermotor di ruang milik jalan.
(3) Setiap orang atau badan usaha yang akan memberi kendaraan bermotor wajib memiliki atau menguasai garasi untuk menyimpan kendaraan yang dibuktikan denagn surat bukti kepemilikan garasi dari kelurahan setempat.
(4) Surat bukti kepemilikan garasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi syarat penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kepemilikan kendaraan bermotor diatur dengan peraturan gurbernur.