JAKARTA, KOMPAS.com – Pengawalan ambulans yang diinisiasi masyarakat sipil belakangan jadi perhatian. Sebab, kegiatan ini dinilai berbahaya dan tampak disalahartikan oleh mereka yang tidak memiliki kapasitas.
Jusri Pulubuhu, Founder and Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), mengatakan, pengawalan yang berangkat dari rasa solidaritas sebetulnya tidak direkomendasikan.
Apalagi dari sisi aturan, ambulans sebetulnya sudah mendapatkan hak prioritas. Sehingga tidak perlu lagi mendapat pengawalan.
Baca juga: Selama Pandemi Banyak Orang Jual Mobil, Innova Paling Dicari
Namun pengawalan memang diperlukan ketika kondisi jalan macet dan berhenti, sehingga ambulans dapat mencapai tempat tujuan tepat waktu.
“Di dalam hukum, pengawalan ini hanya legal dilakukan oleh polisi lalu lintas. Jika masyarakat yang melakukan pengawalan justru tidak berdasarkan hukum, enggak aman, karena itu bukan domain mereka,” ujar Jusri, kepada Kompas.com (21/3/2021).
Jusri menambahkan, tentu kita menaruh hormat yang tinggi dan salut pada masyarakat yang peduli. Tapi melakukan pengawalan sendiri tanpa ada petugas kepolisian tentu membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Baca juga: Warna-warni Bus Baru PO New Shantika
“Karena pengawalan atau escorting itu hanya legal ketika mereka mempunyai keahlian dalam hal itu dan memiliki diskresi,” kata dia.
Sementara itu, Kabid Humas Nasional Indonesia Escorting Ambulance (IEA) Sidqi Muhammad Luthfi, mengatakan, kegiatan yang dilakukan oleh pihaknya tidak dilakukan tanpa bekal.
“Kami berangkat dari sisi kemanusiaan, karena di lapangan memang butuh, masyarakat yang menggunakan ambulans masih sulit untuk melewati jalan raya,” ucap Sidqi, kepada Kompas.com (21/3/2021).
Baca juga: Saran KNKT buat Karoseri Bus Cegah Kebakaran di Ruang Mesin
Ia juga mengatakan, sejak menjadi organisasi pada 2018, IEA sudah beberapa kali kerja sama dengan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), Basarnas, hingga kepolisian untuk melakukan pelatihan bagi anggota.
“Paling pertama kami dapat pelatihan bantuan hidup dasar, untuk pertolongan pertama bagi yang kecelakaan. Tiap anggota juga wajib memiliki P3K. Selain itu juga kerja sama dengan yayasan yang bisa mengeluarkan sertifikasi untuk hal tersebut,” ujar Sidqi.
Selain itu, Sidqi mengaku pihaknya juga pernah mendapatkan pelatihan safety riding dari polisi, maupun dari sejumlah merek motor di Indonesia.
Baca juga: Bocor, Ini Tampang Hyundai Staria MPV Mewah Pesaing Alphard
"Kami dapat pelatihan berkendara dan teknik untuk buka jalan. Untuk konvoi misalnya, kami maksimal 4 motor, 2 di depan untuk buka jalan, 2 di belakang untuk menjaga supaya enggak ada yang ikut," kata Sidqi.
"Kami juga dilarang untuk menyentuh kendaraan lain, misalnya sampai ngetok-ngetok kaca mobil untuk buka jalan, dan sebagainya,” tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.