Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024

Ada Klaster Covid-19 di Transportasi Umum, Transportasi yang Mana?

Kompas.com - 06/09/2020, 08:01 WIB
Penulis Stanly Ravel
|

JAKARTA, KOMPAS.com - Akibat adanya temuan kasus penularan Covid-19 dari pengguna transportasi umum, Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Doni Monardo, meminta Pemerintah Pemprov DKI mengevaluasi kebijakan ganjil genap.

Seperti diketahui, dari 944 pasien yang dirawat di Rumah Sakit Darurat (RSD) Covid-19 Wisma Atlet, 62 persen terpapar akibat menggunakan transportasi publik.

Doni menjelaskan, sejak diterapkan kembali kebijakan ganjil genap pada awal Agustus lalu, terjadi peningkatan penumpang di beberapa moda transportasi publik. Kondisi tersebut cukup riskan lantaran mengundang kerumunan.

Baca juga: Alasan Jasa Marga Naikkan Tarif Tol Cipularang dan Padaleunyi

Menanggapi permintaan Ketuga Gugus Tugas, Pengamat transportasi Universitas Katolik Soegijapranata (Unika) Djoko Setijowarno mengatakan, hal tersebut harus didasari oleh data yang spesifik.

Pengemudi ojek daring mengenakan sekat pelindung saat menjemput penumpang di Jl. Ir H. Juanda, Jakarta Pusat, Kamis (11/6/2020). Penggunaan sekat pelindung untuk pembatasan antara pengemudi dan penumpang tersebut sebagai bentuk penerapan protokol kesehatan guna meminimalisir risiko penyebaran virus COVID-19 dalam menghadapi era normal baru.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Pengemudi ojek daring mengenakan sekat pelindung saat menjemput penumpang di Jl. Ir H. Juanda, Jakarta Pusat, Kamis (11/6/2020). Penggunaan sekat pelindung untuk pembatasan antara pengemudi dan penumpang tersebut sebagai bentuk penerapan protokol kesehatan guna meminimalisir risiko penyebaran virus COVID-19 dalam menghadapi era normal baru.

"Kalau dibilang terpapar karena menggunakan transportasi umum, itu harus jelas dan detail. Karena transportasinya untuk Jakarta sendiri secara jumlah cukup banyak, belum termasuk yang ilegal seperti ojol (ojek online) dan taksol (taksi online)," ucap Djoko kepada Kompas.com, Sabtu (5/9/2020).

"Contoh misalnya transportasi publiknya itu Tranjakarta, angkot, KRL, MRT, dan sebagainya. Itu harus dijelaskan, tidak bisa dipukul rata, hanya transportasi umum saja," kata dia.

Djoko mengatakan bisa saja seseorang atau pasien yang tertular Corona tersebut bukan dari tranportasi umum yang resmi, seperti MRT, Transjakarta, KRL, tapi dari moda lainnya ketika mereka meneruskan perjalanan.

Suasana kendaraan terjebak macet di Jalan Tol Cawang-Grogol, Jakarta Selatan, Jumat (5/6/2020). Pada hari pertama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi, lalu lintas di sejumlah jalan di DKI Jakarta terpantau padat hingga terjadi kemacetan.ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN Suasana kendaraan terjebak macet di Jalan Tol Cawang-Grogol, Jakarta Selatan, Jumat (5/6/2020). Pada hari pertama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi, lalu lintas di sejumlah jalan di DKI Jakarta terpantau padat hingga terjadi kemacetan.

"Setelah dari KRL misalnya, mereka lanjut naik angkot gelap dan lain sebagainya, atau menyambung dengan ojol atau taksol untuk sampai ke kantor. Jadi cukup memungkinkan penyebarannya justru dari transportasi lanjutannya itu," ujar Djoko.

Baca juga: Pandemi Bisa Jadi Momentum Tingkatkan Layanan Transportasi Umum

"Untuk sejauh ini sendiri, saya belum mendengar ada petugas KRL, Transjakarta, atau MRT terpapar Covid-19 saat bertugas. Artinya secara protokol kesehatan mereka sudah benar-benar menjaga," kata dia.

Ribuan Angkot Jak Lingko mendapat penyemprotan disinfektanPT SIS Ribuan Angkot Jak Lingko mendapat penyemprotan disinfektan

Menurut Djoko, penyebutan penularan dari transportasi publik harus lebih dirincikan lagi. Kondisi itu penting dan dapat sangat membantu pemerintah untuk nantinya memperketat protokol kesehatan, termasuk menindak bila ada kelalaian.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke