JAKARTA, KOMPAS.com - Industri otomotif nasional diprediksi bakal menghadapi tantangan baru usai melewati fase transisi untuk menuju kenormalan baru alias new normal di Tanah Air.
Sekertaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara menyatakan, salah satunya ialah terkait kesiapan industri komponen dalam negeri dalam memenuhi lonjakkan permintaan.
"Kesiapan mereka tidak sama dengan produsen atau manufaktur setelah mendapat pukulan keras selama pembatasan aktivitas kemarin. Sebab, dalam segi modal mereka lebih rentan (modalnya sedikit)," katanya saat dihubungi Kompas.com belum lama ini.
Baca juga: Industri Otomotif Terancam Syok Suplai
"Belum lagi saat aktivitas bisnis dimulai, ada penyesuaian prosedur seperti membatasi jumlah orang dan physical distancing. Jadi pemulihannya cenderung lambat bila tidak ada stimulus dari pemerintah," lanjut Kukuh.
Kemudian, industri komponen lokal ini harus menyediakan alat-alat pemeriksaan atau pencegahan penyebaran virus corona (Covid-19) di kantor atau pabriknya.
"Perlengkapan paling sederhananya adalah hand sanitizer, otomatis mereka keluar biaya lagi, modalnya berkurang. Cash flow ini yang perlu diperhatikan. Sangat kompleks bila berbicara tentang industri otomotif, tak hanya dari sisi pabrikan dan manufakturnya saja," katanya lagi.
Senada dengannya, Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Warih Andang Tjahjono menyatakan bahwa kondisi tersebut berpotensi membuat terjadinya syok suplai (supply shock) pada manufaktur otomotif di Indonesia.
Baca juga: Toyota Akui Ekspor Mobil Tahun Ini Bakal Berat
"Berdasarkan pengalaman, ketika situasi sudah normal maka penjualan akan meningkat dua sampai tiga kali lipat dari sebelumnya. Sementara supply masih berangsur pulih karena ada hambatan modal kerja, cash flow, hingga pasokkan komponen impor," katanya dalam diskusi virtual terbatas beberapa waktu lalu.
"Oleh sebab itu, kita sedang melakukan komunikasi dengan para pemasok, khususnya di tier 2, untuk mempersiapkan permintaan yang bakal melonjak ini," lanjut Warih.
Lalu masalah lainnya terdapat pada ruang gerak karyawan yang sangat terbatas, harus selalu menyediakan Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) dan dokumen pendukung sejenis ketika hendak berangkat dan pulang kerja.
Pasalnya, lanjut Kukuh, tak sedikit pekerja pabrik yang tinggal di wilayah perbatasan antar kota dan provinsi.
Baca juga: Kini Tes Covid-19 untuk Dapat SIKM Lebih Simpel
"Misalnya karyawan yang mau masuk ke wilayah Jabodetabek, itu kan mereka (pekerja pabrik) banyak yang kos. KTP-nya masih banyak yang dari Garut, Solo, Madura, dan lain sebagainya, itu sulit," ujarnya.
Kendati demikian, Kukuh percaya bahwa pemerintah akan segera mengeluarkan pelbagai kebijakan dan stimulus yang tepat sasaran untuk mengatasi hal-hal tersebut. Sehingga, kegiatan industri dan bisnis bisa cepat pulih.
"Bagi masyarakat lainnya juga dimohon untuk selalu mentaati protokol kesehatan, jangan keluar rumah kalau memang tidak perlu seperti hanya bosan saja. Sebab, semakin lama tidak disiplin maka penerapan new normal juga akan semakin tertunda," kata dia.
"Dampaknya apa? Perekonomian akan terus terhambat dan lama-kelamaan banyak usaha yang gulung tikar, tak terkecuali supplier lokal," ucap Kukuh.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.