Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perokok Makin Muda, Bencana Nasional

Kompas.com - 22/05/2010, 12:30 WIB

Kompas.com — Anak-anak Indonesia kini dalam bahaya karena mereka merokok sejak dini. Usia prevalensi anak merokok bergeser ke usia balita. Permasalahan merokok pada anak adalah bencana nasional yang harus segera ditangani.

Seto Mulyadi, Ketua Komisi Perlindungan Anak, menyalahkan peningkatan iklan rokok yang agresif dan banyaknya orangtua yang merokok. "Peraturan yang melindungi anak dari bahaya merokok perlu segera diberlakukan di Indonesia," katanya.

Menurut data Badan Pusat Statistik, 25 persen anak usia 3-15 tahun pernah merokok dan 3,2 persennya adalah perokok aktif. Jumlah anak usia 5-9 tahun yang merokok naik dari 0,4 persen pada tahun 2001 menjadi 2,8 persen pada tahun 2004.

Beberapa waktu lalu media juga menampilkan contoh nyata para bocah perokok. Di Surabaya, ada Sandi (4) yang sudah merokok sejak berusia 18 bulan. Sementara di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, ada Ardi Rizal (2), yang sering mengamuk (tantrum) jika keinginannya untuk merokok tidak dituruti.

Ardi juga diperkenalkan rokok oleh orangtuanya sejak ia berusia 18 bulan. "Saya tidak khawatir pada kesehatannya, selama ini Ardi terlihat sehat saja. Bila ia tidak diberi rokok, ia akan menangis dan mengamuk karena ia sudah kecanduan," kata Mohammad Rizal, ayah Ardi.

Hingga saat ini rancangan peraturan pemerintah tentang tembakau belum juga disahkan. Padahal, peraturan itu adalah mandat Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 (Pasal 116) yang berpihak pada anak-anak sebagai sasaran empuk industri rokok.

Kebijakan yang direkomendasikan adalah peringatan kesehatan bergambar, kawasan tanpa asap rokok, serta larangan total iklan, promosi, dan sponsor rokok, serta peningkatan cukai dan harga rokok.

Kebijakan ini dinilai bisa meningkatkan pendapatan pemerintah, melindungi keluarga miskin, dan mengurangi keterjangkauan anak-anak membeli rokok.

Tubagus Haryo Karbyanto, anggota Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, mengatakan, selain faktor iklan untuk mengurangi jumlah perokok, perlu diperhatikan juga pengaruh kondisi sosial, yakni pengaruh keluarga dan lingkungan pergaulan.

Anak-anak, apalagi balita, yang merokok tidak mungkin kita anggap sebagai hal biasa. Ini adalah kenyataan serius yang menyangkut masa depan dan kesehatan anak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
    atau