Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Fluktuasi Harga Picu Fenomena Campur BBM Oktan Rendah dengan Tinggi

Selain lebih murah, mencampur BBM oktan berbeda dianggap bisa memenuhi standar kebutuhan mesin, sehingga kendaraan jadi lebih awet.

BBM, khususnya bensin untuk mobil, memang banyak ragamnya. Jika ditinjau dari segi kualitasnya, maka secara umum dibedakan dalam beberapa tahapan berdasarkan nilai oktan.

Semakin tinggi nilai oktan, biasanya akan mampu menghasilkan tenaga yang lebih besar untuk spesifikasi mobil yang mumpuni, seperti mesin dengan kompresi yang tinggi.

Demi menyiasati tingginya harga bahan bakar, pemilik kendaraan biasanya mencampur bensin oktan rendah dengan bensin oktan tinggi, sehingga berharap mendapatkan BBM berkualitas menengah.

Pemilik Sar Speed Solo Rio Anugerah mengatakan, dirinya kerap mencampur bahan bakar antara oktan rendah dengan yang tinggi agar mendapatkan kualitas menengah.

“Kebiasaan saya mencampur bahan bakar beroktan rendah dengan yang lebih tinggi, berdasarkan performa mesin yang dirasakan mencampur Pertamax Turbo dengan Pertalite seperti memakai Pertamax,” ucap Rio kepada Kompas.com, Minggu (15/1/2023).

Jika ditinjau dari nilai oktannya, Pertamax Turbo memiliki nilai oktan 98, sedangkan Pertalite 90. Dengan perbandingan campuran 50:50 maka akan tercipta bahan bakar bernilai oktan 94, lebih tinggi daripada Pertamax yang hanya 92.

Metode perhitungan tersebut dibenarkan oleh Tri Yuswidjajanto, Dosen Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung (ITB). Dia mengatakan, memang benar bahwa mencampur bahan bakar dengan nilai oktan yang berbeda bisa menghasilkan nilai oktan menengah.

“Jika dihitung berdasarkan nilai oktan memang begitu, misal 50% RON 90 ditambah 50 perseb RON 98, maka hasilnya bahan bakar RON 94, hanya saja perlu diketahui bahwa dari kedua jenis bahan bakar tersebut ada perbedaan kandungan,” ucap Tri kepada Kompas.com, Minggu (15/1/2023).

Dia mengatakan, pada jenis bahan bakar tertentu ada zat aditif yang bisa saja tidak ada pada bahan bakar lainnya. Sehingga, ketika keduanya dicampur bisa membuat zat aditif tidak proporsional.

“Misal Pertamax Turbo (RON 98) ada aditif dengan fungsi deterjen, anti oksidan, anti korosi, dispersan, demulsifier, yang bila dicampur dengan Pertalite (RON 90 dan tidak beraditif), maka justru akan memunculkan hump effect, atau deposit yang lebih parah daripada tidak mencampurnya,” ucap Tri.

Dia mengatakan, deposit tersebut merupakan dampak dari takaran zat aditif yang tidak tepat akibat pencampuran bahan bakar yang berbeda jenis.

“Zat aditif tersebut bila takarannya tepat akan mencegah terjadinya deposit, tapi bila tidak tepat akan menghasilkan deposit yang lebih parah berupa kerak karbon di bagian saluran masuk mesin daripada tidak ada aditif sama sekali,” ucap Tri.

Dia mengatakan, kerak karbon tersebut kerap terkumpul di bagian tulip katup saluran masuk dan bahkan sampai ke dalam piston. Akibatnya, mesin menjadi mudah ngelitik dan tenaga menjadi kurang maksimal.

“Deposit yang ada di bagian tulip katup masuk, akan menghambat masuknya campuran bahan bakar, sehingga bisa menurunkan tenaga mesin, sementara deposit yang ada di kepala piston bisa menaikkan kompresi sehingga mesin mudah ngelitik,” ucap Tri.

Jadi, menurut Tri, sebaiknya bahan bakar yang berbeda kualitasnya tidak dicampur karena justru bisa menghasilkan kerak karbon yang lebih banyak daripada tidak mencampurnya.

https://otomotif.kompas.com/read/2023/01/16/104200015/fluktuasi-harga-picu-fenomena-campur-bbm-oktan-rendah-dengan-tinggi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke