JAKARTA, KOMPAS.com - Aturan ganjil genap masih diberlakukan di DKI Jakarta. Sayangnya, masih ada saja yang mencoba mengakali aturan ini dengan menggunakan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) yang palsu.
Salah satu foto kejadiannya belum lama ini viral di media sosial. Mobil berjenis Toyota Innova Reborn kedapatan menggunakan pelat nomor palsu demi menghindari aturan ganjil genap.
Diunggah oleh akun Instagram resmi @tmcpoldametro, mobil tersebut menggunakan pelat nomor merah palsu dan melintasi kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat. Sayangnya, dalam video tersebut tidak disebutkan kapan waktu kejadian.
Selain itu, hanya berselang dua pekan setelah peluncurannya pada 21 November 2022, total Surat Pemesanan Kendaraan (SPK) Toyota Kijang Innova Zenix mencapai 4.000 unit.
Dari pesanan yang masuk 80 persen diklaim merupakan pembeli Kijang Innova varian hybrid. Dengan data tersebut, diperkirakan distribusi generasi ketujuh Kijang Innova itu bisa tembus hingga satu tahun, alias sampai Desember 2023.
Berikut 5 artikel terpopuler di kanal otomotif pada Sabtu, 18 Desember 2022 :
1. Ingat, Pakai Pelat Nomor Palsu Diancam Pidana, Bukan Tilang Saja
"Polri Dit Lantas PMJ melakukan penindakan kepada pengendara yang menggunakan TNKB palsu untuk menghindari ganjil genap di Bundaran Hotel Indonesia," tulis keterangan di @tmcpoldametro.
Darmaningtyas, pengamat transportasi dari Institut Studi Transportasi (Instran), mengatakan, tindakan yang dilakukan oleh pemilik mobil merupakan pelanggaran hukum lalu lintas.
“Itu bisa masuk kategori pelanggaran hukum memalsukan pelat nomor, jadi polisi dapat bertindak atas dasar pemalsuan nomor kendaraan,” ujar Darmaningtyas saat dihubungi Kompas.com, Jumat (16/12/2022).
2. Harap Sabar, Inden Kijang Innova Zenix Hybrid Tembus 1 Tahun
Pasalnya, produksi Innova Zenix setiap bulan hanya 3.000 unit sampai dengan 4.000 unit, dengan persentase 40:60 untuk varian hybrid dan mesin bensinnya.
Pasalnya, proses produksi di pabrik butuh waktu untuk bisa mencapai angka produksi maksimal. Bukan proses sederhana yang ketika pesanan bulanan meledak, kemudian pabrik bisa tambah kapasitas produksi.
Proses ini butuh penyesuaian dari pasokan komponen, jumlah tenaga kerja, sampai waktu perakitan yang perlu disesuaikan, sehingga butuh proses panjang. Belum lagi pasokan cip semikonduktor yang masih belum normal, ikut menghambat proses produksi jadi langsam.
3. Mengapa Insentif Kendaraan Listrik Bisa Besar?
Pemerintah akan memberikan insentif buat pembelian kendaraan listrik. Subsidi mobil listrik sebesar Rp 80 juta, hybird Rp 40 juta, sepeda motor listrik Rp 8 juta dan motor konversi sebesar Rp 5 juta.
Menurut Hendro Sutono, pegiat motor listrik dan juru bicara Kosmik, berbagi asumsi sudut pandang melihat perhitungan subsidi yang direncanakan pemerintah.
Kata dia, sebetulnya insentif itu hanya memindahbukukan dari yang tadinya subsidi diberikan untuk pembelian BBM menjadi subsidi untuk pembelian baterai.
4. Bahaya Oil Sludge buat yang Malas Ganti Pelumas Mesin
Mesin pada mobil membutuhkan oli sebagai pelumas. Tujuannya agar komponen dapat terlindungi dan terhindar dari keausan akibat gesekan.
Seperti yang diketahui komponen mesin merupakan benda logam yang berputar serta bergerak sesuai dengan cara kerjanya.
Maka dari itu, untuk menghindari gaya gesek yang berlebih, perlu adanya pelumas berupa oli. Oli mesin juga harus terkontrol kondisinya, jangan sampai kurang atau telat melakukan penggantian oli, termasuk memastikan tidak mengalami sludge.
5. Ganti Oli Mobil, Sebaiknya Pakai Patokan Jarak Tempuh atau Waktu?
Perawatan wajib yang ada sesuai jadwal servis berkala adalah pergantian oli mesin. Mobil-mobil modern saat ini banyak yang butuh spesifikasi oli khusus untuk digunakan jangka waktu yang lama.
Karena kompresi mesin baru dibuat padat, celah-celah komponen juga rapat untuk tenaga dan penggunaan bahan bakar yang lebih baik.
Maka, pelumas digunakan jadi perlindungan dan pembersih kotoran di dalam mesin.
https://otomotif.kompas.com/read/2022/12/18/070511815/populer-otomotif-ingat-pakai-pelat-nomor-palsu-diancam-pidana-bukan-tilang