JAKARTA, KOMPAS.com - Speed bump atau polisi tidur kerap ditemui di jalan, dengan tujuan untuk membuat pengendara yang melintas lebih berhati-hati dan menjaga kecepatan. Umumnya, polisi tidur banyak dipasang di area perumahan yang banyak anak-anak atau lalu lalang orang.
Meski bertujuan untuk menjaga keamanan, polisi tidur tidak sembarangan dibuat. Ada ketentuan yang harus diperhatikan, serta izin yang harus diajukan.
Aturan ini tertuang dalam Permenhub Nomor 14 Tahun 2021 tentang perubahan atas Permenhub Nomor 28 Tahun 2018 tentang Alat Kendali dan Pam Pengguna Jalan.
Pasal 5 menjelaskan, pembatas kecepatan kendaraan harus dibaut dengan ketinggian maksimal 12 cm, lebar 15 cm dan sisi miring dengan kelandaian maksimal 15 persen.
Budiyanto, pemerhati masalah transportasi dan hukum mengatakan bahwa banyak polisi tidur yang dipasang oleh masyarakat tanpa koordinasi ke polisi ataupun Dinas Perhubungan. Masyarakat umum dilarang memasang alat pembatas kecepatan seperti polisi tidur tanpa izin.
"Jadi pemasangan polisi tidur tidak mendapatkan izin dan berakibat pada kerusakan dan atau gangguan fungsi jalan merupakan perbuatan pidana," ucap Budiyanto.
Pemasangan polisi tidur yang dilakukan sembarangan bisa menjadi kontra produktif, karena menimbulkan kerusakan jalan yang berakibat pada kerusakan jalan dan gangguan fungsi jalan.
Kemudian, jika mengacu pada aturan hukum, alat pengendali kecepatan seperti polisi tidur harus dibuat dengan bahan yang sesuai dengan keadaan jalan dan terbuat dari karet.
"Jadi pemasangan alat kendali atau polisi tidur tidak boleh sembarangan, ukuran dan bahannya sudah ditentukan dan harus mendapatkan izin, sehingga tidak merusak dan mereduksi fungsi jalan," ucap Budiyanto.
(1) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan.
(2) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakubatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1)
Sementara itu, ketentuan pidananya diatur dalam Pasal 247 ayat 1:
"Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000 (dua puluh empat juta rupiah)."
https://otomotif.kompas.com/read/2022/06/20/150100215/jangan-sembarangan-bikin-polisi-tidur-di-jalan-ini-aturannya