Setelah sosialisasi berakhir, polisi bakal melakukan proses penegakan hukum kepada kendaraan yang belum melakukan uji emisi.
Kebijakan ini tentu akan berdampak pada pengguna mobil lawas, terlebih lagi untuk mereka para pecinta mobil tua.
Sebab, emisi gas buang yang dihasilkan tentu bakal lebih polutan ketimbang mobil baru lantaran mesin yang digunakan relatif belum canggih.
Aria Aradhea, anggota sekaligus penasihat Jakarta Morris Club (JMC) mengatakan, pada dasarnya ia mendukung kebijakan uji emisi di Jakarta. Namun menurutnya pemerintah masih harus mengkaji aturan tersebut sehingga keputusan yang dihasilkan bersifat adil dan tepat.
“Pada dasarnya saya setuju dengan penerapan uji emisi, akan tetapi yang saya liat sejak tahun 2009 sampai 2010 sejak pertama kali aturan ini bergulir, peraturan ini tidak adil dan tidak dipikirkan secara matang,” ujar Aria saat dihubungi Kompas.com, Kamis (4/11/2021).
Menurut Aria, pemerintah sebaiknya jangan menyamaratakan emisi gas buang mobil lawas dengan mobil keluaran baru. Sebab, ada standar dari pabrikan yang sudah ditentukan, dan itu tidak bisa pukul rata.
“Di peraturan terbaru yang sudah saya baca, mobil tahun produksi di atas 2007 kadar CO2-nya harus 1,5 persen, kalau lebih dari tiga tahun kadar CO2-nya 3 persen. Itu yang menurut saya tidak adil dan tidak tepat,” kata dia.
“Misalnya, mobil Mini Cooper saya tahun 1968, dari pabrik sudah sesuai dengan standar CO2 yang berlaku yakni 3,5 persen sampai 4,5 persen. Itu dengan kondisi sehat dan sesuai dengan referensi yang saya punya dari pabriknya sendiri. Kalau pakai standar itu ke standar pemerintah sekarang berarti kan tidak akan lolos, karena dipukul rata,” lanjutnya.
Aria berharap, pembuat kebijakan uji emisi seperti Dinas Perhubungan dan Dinas Lingkungan Hidup bisa lebih bijak dalam mengambil keputusan.
Menurutnya, jika memang mau serius mengembangkan uji emisi dengan pertimbangan lingkungan hidup, maka pelaksanannya harus adil.
Seluruh dinas-dinas terkait harus punya data base dari semua tipe mobil yang masih beredar dan berkeliaran di Jakarta, sehingga keputusan yang dihasilkan terlalu terburu-buru dan tidak tepat.
“Jadi, di tes sesuai dengan standar pabrikan tersebut, bukan dipukul rata seperti aturan pemerintah sekarang. Karena enggak mungkin mobil saya tahun 68, disamaratakan dengan keluaran tahun 2005,” kata dia.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ketua Umum Great Corolla Club (GCC) Almi Rakhmad. Menurutnya, uji emisi sah saja dilakukan, namun pemerintah jangan memukul rata emisi gas buang antara mobil lawas dengan keluaran baru.
“Jadi kalau ada angka standarnya, pilih yang paling toleran, berdasarkan hasil survei saja. Misal angka 1-10, mobil baru hasilkan 1, mobil lawas 5, tapi angka 5 masih memenuhi kualifikasi lulus uji emisi. Ya sudah standarnya di angka 5 saja, jangan di 1. Karena kami mobil lawas bakal susah ngejarnya,” ucap Almi.
Almi menambahkan, menanggapi kebijakan uji emisi sebetulnya ia masih belum sepenuhnya setuju. Ia berharap, pemerintah masih mentolerir mobil-mobil lawas untuk lalu lalang di Jakarta sampai sebulan atau dua bulan ke depan.
“Jadi harapannya sosialisasi dulu, ada jangka waktu, jangan langsung sanksi tegas. Kami percaya aturan ini ada manfaatnya, kami juga yakin mobil tua kalau dirawat dengan baik bisa lulus uji emisi,” kata dia.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/11/04/141200415/ini-tanggapan-komunitas-mobil-lawas-tentang-tilang-uji-emisi