JAKARTA, KOMPAS.com – Mulai Jumat (24/4/2020), pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memberlakukan regulasi larangan mudik dengan melakukan pembatasan transportasi umum atau pribadi.
Aturan ini juga diperkuat dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri (PM) Perhububungan (Permenhub) Nomor 25 Tahun 2020 tentang pengendalian transportasi selama masa mudik idul fitri tahun 1441 Hijriah dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19.
Pada Pasal 1 ayat 2 PM 25 Tahun 2020, larangan sementara penggunaan sarana transportasi berlaku untuk transportasi darat, perkeretaapian, laut, dan udara.
Sarana transportasi darat terdiri dari kendaraan bermotor umum (bus dan mobil penumpang), perseorangan (mobil penumpang, bus, dan sepeda motor), kapal angkutan penyeberangan, dan kapal angkutan sungai dan danau.
Lalu bagaimana dengan bus antar kota antar provinsi (AKAP) yang sudah lebih dahulu berada di area Jakarta dan sekitarnya, kemudian ingin pulang ke poolnya yang ada di daerah lain?
Anthony Steven Hambali, pemilik PO Sumber Alam, mengatakan, sudah lebih dahulu mengirim beberapa bus ke Jakarta untuk mengambil penumpang.
“Kemarin berangkatkan 18 unit, rencananya untuk balik hari ini, harusnya bisa ramai, tapi kayaknya akan pulang kosong, enggak bawa penumpang,” ucap Anthony kepada Kompas.com, Jumat (24/4/2020).
Ketika ditanyakan tentang apakah bus bisa pulang ke pool Kutoarjo karena ada pelarangan mudik, Anthony mengharapkan agar tetap bisa lewat karena tidak membawa penumpang.
“Kalau ternyata tidak bisa lewat, ya enggak pulang. Kita kumpulin di pool Pondok Ungu,” ucap Anthony.
Menurut Pasal 6 PM 25 Tahun 2020, pelanggaran terhadap larangan mudik berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Kendaraan yang akan keluar dan/atau masuk wilayah pada tanggal 24 April 2020 sampai dengan tanggal 7 Mei 2020 diarahkan untuk kembali ke asal perjalanan; dan
b. Kendaraan yang akan keluar dan/atau masuk wilayah pada tanggal 8 Mei 2020 sampai dengan tanggal 31 Mei 2020 diarahkan untuk kembali ke asal perjalanan dan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut Staf Ahli Perhubungan Bidang Hukum dan Reformasi Birokrasi Umar Arif, sanksi atau denda tersebut mengacu pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
" Sanksi akan mengikuti Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 yang sudah tertulis dalam Pasal 93 bahwa sanksi yang terberat itu adalah denda Rp 100 juta dan kurungan penjara selama satu tahun, perlu diingat itu ancaman hukuman," ucap Umar saat konferensi pers melalui video, Kamis (23/4/2020).
https://otomotif.kompas.com/read/2020/04/25/034200615/larangan-mudik-bikin-bus-akap-terancam-enggak-bisa-pulang