Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPPU dan Yamaha Selisih Paham soal Harga Motor

Kompas.com - 10/01/2017, 11:51 WIB
Febri Ardani Saragih

Penulis

Jakarta, KompasOtomotif – Tim investigator Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meyakini, harga kendaraan (on the road) yang dibebankan ke konsumen jauh lebih tinggi dari harga pabrik (off the road). Atas dasar inilah konsumen dirugikan. 

Kenaikan harga off the road setidaknya ditentukan oleh nilai tukar, inflasi, upah minimum regional, dan harga material. Sedangkan on the road didapat dari biaya pajak dan kepengurusan surat-surat hingga kendaraan diperbolehkan digunakan di jalan. Kepengurusan surat-surat itu biasanya dilakukan oleh pihak diler, jadi konsumen hanya tinggal "terima jadi".

Tim investigator menyatakan dalam rekomendasi putusan, menyarankan majelis hakim untuk memberi saran kepada pemerintah agar melarang pengusaha memberikan harga referensi kepada diler utama atau diler dengan memasukan komponen biaya perpajakan untuk on the road. Sebab, komponen itu dikatakan tidak termasuk struktur harga dari prinsipal (pabrik). 

Febri Ardani/KompasOtomotif Hasil analisa tim investigator Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait penetapan harga ritel kendaraan. Materi ini diungkapkan di sidang lanjutan perkara dugaan kartel Yamaha-Honda di Jakarta, Senin (9/1/2017).

Menurut tim investigator, kenaikan harga on the road kendaraan ditentukan oleh tarif Bea Balik Nama (BBN) yang besarnya 10 persen dari harga motor (off the road) atau harga faktur, Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang besarnya 1,5 persen (contoh paling besar) dari nilai jual motor, Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ), dan biaya administrasinya.

“Jadi untuk kendaran baru itu komponennya tidak jauh-jauh dari komponen yang kami tampilkan di layar. Kemudian terkait STNK, PKB, dan BPKB, kami menggunakan hukum positif yang lalu, Peraturan Pemerintah No 50 Tahun 2010. Pada waktu itu, yang harus dibayar adalah komponen itu yang totalnya hanya Rp 300.000. Sementara, BBN, PKB, dan BPKP, hanya 11,5 persen dari harga off the road,” jelas salah satu anggota tim investigator KPPU, Helmi Nurjamil, saat presentasi di sidang lanjutan dugaan kartel Yamaha-Honda di kantor KPPU, Senin (9/1/2017).

Menurut Helmi, jika komponen kenaikan digabungkan, Rp 300.000 dan 11,5 persen yang sudah disebut maka hasilnya tidak sampai 14 persen dari harga off the road. Dari lanjutan presentasi, dikatakan Yamaha pernah menaikan harga skutik sampai 26 persen.

“Tim Investigator berpendapat bahwa pengenaan harga BBN yang dibayarkan oleh konsumen tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” kata Helmi.

Febri Ardani/KompasOtomotif Materi presentasi tim kuasa hukum Yamaha terkait penghitungan harga ritel skutik Mio di sidang lanjutan perkara dugaan kartel di Jakarta, Senin (9/1/2017).

Jawaban Yamaha

Menurut keterangan tim kuasa hukum Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM), terjadi kesalahan pada hitung-hitungan KPPU.

Pada presentasi giliran kuasa hukum Yamaha setelah tim investigator, diterangkan jika harga skutik Mio dari pabrik (off the road) sebesar Rp 9.325.500, maka konsumen perlu membayar PPh (Pajak Penghasilan) sebesar Rp 41.965, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Rp 1.084.545, dan pajak BBN, STNK, BPKB, dan yang lainnya sebesar Rp 2.950.000. Total yang dibayar konsumen sebesar 42 persen dari harga off the road

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau