Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jasamarga

Saat Pemilik Ratusan Limo "Plat Hitam" Bersatu

Kompas.com - 11/02/2015, 11:35 WIB
Febri Ardani Saragih

Penulis

Jakarta, KompasOtomotif – Harga murah, plus sedikit ubahan hingga menjadi Vios, dan potensi investasi adalah faktor utama banyak orang mau membeli Toyota Limo bekas taksi Blue Bird. Pembelinya berasal dari banyak kalangan, sebagian dari mereka berkumpul di Vios Limo Owners Community (VLOC).

Ceritanya dimulai saat Fajar Nanda, Andrew, dan Otim punya ketertarikan yang sama yaitu membeli Limo berplat hitam. Ketiganya mulai exist di media sosial, dan ternyata banyak orang punya kegemaran serupa.

“Tiga orang ini merekrut dari Kaskus atau Facebook, kemudian berusaha untuk kumpul. Tadinya sekitar tiga mobil, kemudian enam mobil, kemudian 15 – 20 mobil, sampai saat ini kurang lebih ada 600 anggota,” jelas Fajar yang menjabat sebagai Ketua VLOC, di Jakarta, akhir pekan lalu.

VLOC menjadi wadah sebagian besar pemilik Limo plat hitam sejak dideklarasikan pada  27 Juli 2013. Jumlah anggota terkonsentrasi di Jakarta sebagai pusat operasi. Selang waktu tiga tahun telah berdiri lima chapter, yaitu Karawang, Tegal, Purwokerto, Surabaya, dan Bali.

90 persen Limo

Hampir semua orang yang masuk jadi anggota menggunakan Limo, tapi kebanyakan tidak lagi standar bekas taksi. Rasa ingin mengubah Limo menjadi Vios tersebar merata di komunitas, bahkan hal ini menjadi salah satu cara mendekatkan anggota. Bertukar pikiran, berbagi cerita, dan jual – beli suku cadang, jadi hal menarik untuk dilakukan.

Komunitas ini juga gemar modifikasi, beberapa arah di antaranya terlihat mengacu ke performa, elegansi, kaki – kaki, atau audio. Biasanya perubahan Limo menjadi Vios yang kerap dilakukan, tapi kata Fajar ada satu anggota yang punya Vios “mati-matian” ingin melakukan sebaliknya. “Lambang Limo paling susah dicari,” ucap Fajar.

Tanpa nomor anggota

VLOC membuka tangan selebar-lebarnya buat siapa saja yang mau ikut komunitas. Satu hal yang unik, VLOC tidak memberlakukan nomor anggota. Fajar menjelaskan hal itu bisa mengganggu keharmonisan anggota lama dan baru.

“Bila ada yang ingin masuk kita minta data saja. Kita ga punya nomor registrasi, antara yang baru sama yang lama biar ga ada gap, nanti yang baru jadinya malah minder atau sebagainya. Kita sistemnya terbuka, tidak mengikat, kalau memang mau ikut ya ikut saja. Kalau kita bisa ngumpul ya ngumpul kalau tidak bisa ya sudah. Karena kan kepentingan orang beda-beda,” beber Fajar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi Akun
Proteksi akunmu dari aktivitas yang tidak kamu lakukan.
199920002001200220032004200520062007200820092010
Data akan digunakan untuk tujuan verifikasi sesuai Kebijakan Data Pribadi KG Media.
Verifikasi Akun Berhasil
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau