JAKARTA, KOMPAS.com - Baterai merupakan sumber utama kendaraan listrik baik mobil dan sepeda motor listrik. Namun seiring berkembangnya kendaraan listrik muncul mengenai isu lingkungan, salah satunya yaitu limbah baterai.
Di Indonesia baterai termasuk dalam B3 atau Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Karena itu penanganan baterai bekas perlu perhatian khusus agar tidak mencemari lingkungan atau berbahaya buat kesehatan manusia.
Baca juga: Catat, Ada Pemutihan Pajak Kendaraan di Jawa Tengah
Hermawan Wijaya, Direktur Marketing PT International Chemical Industry (ABC Lithium), mengatakan, sebetulnya tidak semua baterai masuk kategori B3.
"Kategori B3 itu karena bahannya bisa mengganggu kehidupan generasi berikutnya, salah satu yang dinyatakan oleh dunia ialah air raksa (Hg), sudah terbukti merusak generasi berikutnya, jadi bermasalah," katanya yang ditemui belum lama ini.
"Kemudian Cadmiun (CD), Chromium (Cr) tapi tidak semua, kan kita suka tuh, motor ingin mengkilap, ada satu jenis krom yang dilarang yang lain boleh. Tapi bahan itu paling bagus paling mengkilap," katanya.
Baca juga: Tangan Sakit, Cal Crutchlow Absen di MotoGP Italia
Hermawan mengatakan, bahan-bahan berbahaya yang disebutkan tadi tidak boleh digunakan. Meski sebetulnya dalam beberapa kasus tetap boleh digunakan tapi dengan perizinan yang ketat.
"Bahan ini di seluruh dunia dilarang kecuali tidak punya alternatif. Boleh dipakai tapi dijaga, daur ulangnya bagaimana, penanganannya bagaimana," katanya.
Hermawan memberikan contoh yaitu Pb atau timbal yakni logam berat yang dapat berpengaruh pada manusia dan lingkungan tapi masih digunakan.
Baca juga: Anak Kecil Nyebrang Tol Jagorawi, Bikin Tabrakan Beruntun
"Kebetulan Pb (timbal) itu buat aki mobil dan motor, itu tidak punya alternatif (dipakai) tapi harus dikendalikan untuk menghindari paparan B3," katanya.
"Yang penting tidak terpapar tidak apa-apa, bahan berbahaya selama tidak terkena kita kan tidak apa-apa, seperti nuklir bahaya, tapi kalau tidak kena kita tidak apa-apa," ujarnya.
"Tinggal bagaimana bisa tidak (kita) kendalikan, yang berbahaya kalau tidak bisa menggunakan ya terus dipakai," ujar Hermawan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.