KLATEN, KOMPAS.com - Bus kerap mengalami kecelakaan setelah rem blong khususnya saat melibas jalanan menurun. Baru-baru ini peristiwa menimpa bus pariwisata yang mengangkut siswa SMK Lingga Kencana Depok di Subang, Jawa Barat, Sabtu (11/5/2024).
Kecelakaan tersebut menewaskan 11 orang, 13 luka berat dan 40 luka ringan setelah bus sempat terguling usai menabrak mobil dan pengendara sepeda motor.
Hal tersebut menjadi duka bagi semua pihak, sehingga segala kemungkinan yang bisa memicu terjadinya rem blong harus dihindari termasuk cara mengoperasikan bus yang salah.
Baca juga: Bus Tidak Berizin Leluasa Beroperasi, Keselamatan Masyarakat Jadi Taruhan
Rohan, Sopir Bus PO Sinar Jaya mengatakan ada beberapa fitur bus yang bisa diandalkan seperti exhaust brake dan retarder untuk memperingan kerja rem utama.
“Tidak semua bus dilengkapi retarder karena komponennya lebih rumit dan mahal, tapi biasanya setiap bus sudah dilengkapi exhaust brake untuk menambah gaya pengereman dari mesin,” ucap Rohan kepada Kompas.com, belum lama ini.
Rohan mengatakan dengan mengaktifkan exhaust brake maka laju bus akan terhambat seperti ada yang menahan.
Baca juga: Pelajar Depok Nyalakan Lilin dan Doa Bersama di Jembatan GDC untuk Korban Kecelakaan Bus SMK Lingga
Gaya yang menahan laju mobil tersebut bersumber dari mesin. Dengan mengaktifkan exhaust brake maka beberapa gas buang tertahan sehingga akan menahan putaran mesin.
“Gaya menahan ini akan terasa ketika laju mobil cukup tinggi, maka dari itu digunakan saat jalanan menurun saja dengan laju bus bervariasi, tergantung kondisi jalan,” ucap Rohan.
Untuk melibas turunan panjang dengan kondisi jalan lengang seperti di jalan tol maka bisa saja percepatan transmisi tetap pada gigi tinggi dan cukup mengaktifkan exhaust brake menurut pria yang sudah 20 tahunan lebih menjadi sopir bus tersebut.
Baca juga: Korban Kecelakaan Bus di Subang Bakal Diberi Pendampingan Psikologis untuk Hilangkan Trauma
“Tidak perlu menginjak pedal rem, gigi tinggi tidak masalah, ketika exhaust brake aktif maka laju bus akan melambat, putaran mesin tertahan, ini sebagai pengaman saja karena sebisa mungkin tidak menggunakan rem utama,” ucap Rohan.
Rohan mengatakan seharusnya beberapa sopir sudah hafal kondisi jalan, mana turunan tajam, mana jalan yang kerap terjadi kecelakaan.
“Dengan begitu sopir bisa mengira-ngira, kapan harus mengaktifkan exhaust brake saja dan kapan harus menambah menginjak pedal rem utama, karena bila hanya mengandalkan rem utama kampas rem akan bekerja keras,” ucap Rohan.
Baca juga: Soroti Kecelakan Bus Pariwisata di Subang, Menparekraf: Kita Butuh Manajemen Krisis yang Efektif
Rohan mengatakan bila kampas rem sudah panas, maka meski pedal rem diinjak penuh laju bus tetap saja akan melaju seperti tidak ada gaya pengereman.
“Pedal rem akan lebih tepat digunakan saat bus benar-benar mau berhenti, karena pada saat itu dampak dari exhaust brake mulai tidak terasa, kampas rem lebih ringan kerjanya, jadi keduanya memang saling melengkapi dan wajib digunakan pada saat yang tepat,” ucap Rohan.
Jadi, sopir bus memiliki cara yang cerdas dalam mengoperasikan bus khususnya untuk melibas jalanan menurun dengan memperhitungkan kapan waktu tepat mengaktifkan exhaust brake dan rem utama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.