Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bahaya Tradisi Menyapu Koin di Indramayu, Patut Ditertibkan

Kompas.com - 07/04/2024, 17:21 WIB
Erwin Setiawan,
Azwar Ferdian

Tim Redaksi

INDRAMAYU, KOMPAS.com - Yuzar Purnama, dalam Mitologi Saedah Saenih, Cerita Rakyat dari Indramayu (2016) yang diterbitkan jurnal Patanjala menyebutkan, mitos dari kisah Saedah Saenih jadi alasan utama terbentuknya tradisi mengais uang di jembatan Kali Sewo, Indramayu.

Kisah tersebut tentunya melegenda bagi masyarakat Indramayu, khususnya yang tinggal di sekitar kali Sewo, Indramayu.

Mereka berkeyakinan bahwa Ki Sarkawi beserta istrinya, Maimunah, yang menjadi orang tua Saedah dan Saenih masih bersemayam di kali Sewo, dan menjadi penghuni kali tersebut.

Maka dari itu, masyarakatnya meminta koin agar para pelintas dapat melalui jembatan Sewo dengan aman.

Baca juga: Ngantuk Saat Mudik, Jangan Istiharat di Bahu Jalan Tol

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Andre Li (@andreli_48)

 

Mereka kerap kali juga mengaitkan mitologi tersebut dengan kecelakaan tragis yang terjadi pada 11 Maret 1974.

Kecelakaan tersebut mengakibatkan satu unit bus terguling ke dasar sungai, kemudian menewaskan sekitar 67 orang penumpangnya, dan hanya menyisakan 3 orang anak yang selamat.

Terlepas ini sebuah tradisi, faktanya tindakan seperti ini berbahaya bagi pengendara dan masyarakat sekitar.

Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) Sony Susmana mengatakan tradisi tersebut sudah ada sejak 1975 bermula dari lucu-lucuan, sampai kini makin ramai.

“Bila dari arah Jakarta, lokasinya ini sebelum sampai Cirebon, dengan dalih nyapu jalan tapi justru menerima lemparan koin dari pemudik,” ucap Sony kepada Kompas.com, Minggu (7/4/2024).

Baca juga: Mobil Lawas Dipakai Perjalanan Mudik, Begini Tipsnya

Tradisi menyapu koin makin berbahayaTangkapan layar Tradisi menyapu koin makin berbahaya

Sony mengatakan pada mulanya tradisi tersebut memang lucu-lucuan saja. Mungkin karena tingkat bahaya pada zaman itu berbeda dengan saat ini.

“Ditambah semakin banyaknya mereka yang ikut terlibat membuat tradisi ini semakin mengandung bahaya bila dilakukan,” ucap Sony.

Sony menyayangkan aksi para peserta yang semakin maju ke tengah jalan. Hal ini sudah membahayakan karena sampai berinteraksi ke jalan raya. Akhirnya pemudik menganggap mereka seolah-olah harus memberikan sedekahnya sebagai kewajiban.

Baca juga: Andalkan Google Maps Saat Mudik, Jangan Percaya 100 Persen

Situasi arus lalu lintas di jalur menuju arah Puncak Bogor, Jawa Barat, pada H-3 Lebaran 2024 atau Minggu (7/4/2024). Sejumlah pemudik lokal pun sudah mulai terlihat melintasi jalur Puncak menggunakan sepeda motor.KOMPAS.COM/AFDHALUL IKHSAN Situasi arus lalu lintas di jalur menuju arah Puncak Bogor, Jawa Barat, pada H-3 Lebaran 2024 atau Minggu (7/4/2024). Sejumlah pemudik lokal pun sudah mulai terlihat melintasi jalur Puncak menggunakan sepeda motor.

“Ada dua risiko bahaya dalam hal ini, pertama tabrak belakang akibat kendaraan di depannya melambat karena adanya hambatan, pun bisa juga menimbulkan kemacetan,” ucap Sony.

Kedua, Sony mengatakan kendaraan yang berlalu lalang merupakan benda keras dan berisiko gagal mengerem dan menjadi sangat berisiko.

“Kendaraan kan benda terbuat dari besi, jika terjadi gagal ngerem, selip dan lainnya, maka mereka yang ada di badan jalan lah menerima risikonya dan itu bisa menimbulkan keributan,” ucap Sony.

Baca juga: Ada 2,5 Juta Warga Jabodetabek yang Mudik Pakai Motor


Sony mengatakan, fenomena bottleneck (leher botol) akan membuat arus lalu lintas terhambat secara otomatis karena terjadi penyempitan lebar jalan.

“Sudah seharusnya ditertibkan, maka dari itu banyak petugas yang diturunkan pada event mudik Lebaran 2024 ini, menyikapi hal tersebut pemudik perlu bersiap-siap melambat deh karena ada bottleneck dari mereka,” ucap Sony.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com