Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tradisi Menyapu Koin di Indramayu Bikin Pengendara Motor Terjatuh

Kompas.com - 07/04/2024, 16:01 WIB
Erwin Setiawan,
Azwar Ferdian

Tim Redaksi

INDRAMAYU, KOMPAS.com - Tradisi menyapu koin di pinggir jalan sering terlihat setiap musim mudik Lebaran di ruas jalan Pantura, tepatnya di sekitar jembatan Sewo perbatasan Subang - Indramayu.

Di lokasi tersebut, orang-orang memperhatikan dan mengawasi setiap kendaraan yang lewat dengan membawa sapu di pinggir jalan.

Bahkan, dalam sebuah video yang beredar di media sosial diunggah oleh akun @andreli_48 mereka tampak berdiri di tengah marka jalan putus-putus sehingga memicu kecelakaan.

Baca juga: Mobil Lawas Dipakai Perjalanan Mudik, Begini Tipsnya

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Andre Li (@andreli_48)

Artinya setengah jalan sudah terblokir oleh masyarakat yang sedang bersiap menunggu koin yang dilemparkan oleh para pemudik. Dua lajur yang seharusnya bisa digunakan untuk melintas pemudik kini hanya tersisa satu saja, sehingga perlambatan lalu lintas terjadi.

Manakala pengendara melempar uang receh di sekitar Jembatan Sewo. Mereka bakal beraksi memperebutkan uang tersebut dengan sapu.

Yuzar Purnama, dalam Mitologi Saedah Saenih, Cerita Rakyat dari Indramayu (2016) yang diterbikan jurnal Patanjala menyebutkan, mitos dari kisah Saedah Saenih jadi alasan utama terbentuknya tradisi mengais uang di jembatan Kali Sewo, Indramayu.

Kisah tersebut tentunya melegenda bagi masyarakat Indramayu, khususnya yang tinggal di sekitar kali Sewo, Indramayu.

Baca juga: Andalkan Google Maps Saat Mudik, Jangan Percaya 100 Persen

Tradisi menyapu koin makin berbahayaTangkapan layar Tradisi menyapu koin makin berbahaya

Mereka berkeyakinan bahwa Ki Sarkawi beserta istrinya, Maimunah, yang menjadi orang tua Saedah dan Saenih masih bersemayam di kali Sewo, dan menjadi penghuni kali tersebut. Maka dari itu, masyarakatnya meminta koin agar para pelintas dapat melalui jembatan Sewo dengan aman.

Mereka kerap kali juga mengaitkan mitologi tersebut dengan kecelakaan tragis yang terjadi pada 11 Maret 1974. Kecelakaan tersebut mengakibatkan satu unit bus terguling ke dasar sungai, kemudian menewaskan sekitar 67 orang penumpangnya, dan hanya menyisakan 3 orang anak yang selamat.

Terlepas ini sebuah tradisi, faktanya tindakan seperti ini berbahaya bagi pelaku dan pengguna jalan. 

Baca juga: Ngantuk Saat Mudik, Jangan Istiharat di Bahu Jalan Tol

Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) Sony Susmana mengatakan tradisi tersebut sudah ada sejak 1975 bermula dari lucu-lucuan, sampai kini makin ramai.

“Sudah seharusnya ditertibkan, maka dari itu banyak petugas yang diturunkan pada event mudik Lebaran 2024 ini, menyikapi hal tersebut pemudik perlu bersiap-siap melambat deh karena ada bottleneck dari mereka,” ucap Sony kepada Kompas.com, Minggu (7/4/2024).

Sony mengatakan fenomena bottleneck (leher botol) akan membuat arus lalu lintas terhambat secara otomatis karena terjadi penyempitan lebar jalan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau