JAKARTA, KOMPAS.com - Aturan tilang uji emisi banyak menerima kritik, tidak hanya dari masyarakat, namun juga para pakar Hukum dan Pengamat Transportasi Nasional.
Pasalnya, aturan ini dinilai terburu-buru diterapkan tanpa adanya persiapan matang, dan regulasi sesuai untuk dijadikan dasar hukum.
Terbukti dari penerapan tilang uji emisi yang selalu dibatalkan, walaupun baru diterapkan selama satu hari.
Beberapa pakar bahkan menilai, tilang uji emisi adalah contoh dari kebingungan aparat dalam menyelesaikan suatu persoalan.
Baca juga: Adu Harga LCGC November 2023, Siapa Paling Murah?
Alih-alih membuat solusi, justru memunculkan masalah baru yang semakin mempersulit masyarakat.
Satu kesalahan yang dilakukan aparat saat menerapkan tilang uji emisi, adalah menggunakan pasal 285-286 UU 22 tahun 2009 (UU LLAJ) sebagai dasar hukum. Menurut pakar, ini adalah pasal yang keliru.
Baca juga: Dinas Lingkungan Hidup Pastikan SOP Uji Emisi Diganti
Alasannya, pasal tersebut memang mengatur tentang poin kelaikan jalan dari kendaraan, namun fokus utamanya pada komponen pelengkap seperti spion, pelat nomor, dan sejenisnya.
Tidak ada pembahasan apapun yang menyinggung soal kadar emisi gas buang dari kendaraan, baik sepeda motor atau mobil.
Ki Darmaningtyas, Pengamat Transportasi sekaligus Direktur Institut Studi Transportasi (Instran) menjelaskan, aparat sudah bertindak ngawur dan sembrono, karena menerapkan pasal tersebut sebagai dasar hukum tilang uji emisi.
“Itu pasalnya (UU LLAJ) bukan lagi karet, tapi ngawur. Kalau namanya pasal karet, masih boleh dibilang ada satu-dua korelasinya. Tapi kalau yang ini enggak ada kaitannya sama sekali,” ucapnya kepada Kompas.com, Senin (6/11/2023).
Baca juga: Razia Uji Emisi Tetap Berjalan Tanpa Sanksi Tilang, Ini Penjelasan DLH
Darmaningtyas menambahkan, UU LLAJ memang mengatur perihal lalu lintas dan operasional kendaraan pada umumnya, namun tidak membahas soal aspek-aspek khusus, seperti kadar emisi dan sejenisnya.
“Enggak ada pembahasan emisi sama sekali di UU LLAJ. Yang namanya pembatasan emisi itu wajibnya di kendaraan perusahaan, biasanya lewat KIR,” kata dia.
Dwi Putra Nugraha, Pakar Hukum Administrasi Negara (HAN) sekaligus ketua PUSAKA (Pusat Studi Konstitusi Administrasi Negara dan Antikorupsi) Universitas Pelita Harapan, juga memberikan penjelasan serupa.
Menurutnya, ketidakjelasan dasar hukum tersebut membuat seolah Aparat penyelenggara tidak profesional dan terkesan main-main saja, saat menerapkan denda tilang uji emisi.
Baca juga: Pakar Hukum dan Transportasi Sebut Razia Uji Emisi di Jakarta Tidak Efektif
Asumsi tersebut kian menguat, setelah ditemukan total denda tilang yang terkumpul selama 1 hari pekansanaan bulan September dan November, sudah menyentuh angka Rp 44 juta, dengan komposisi ratusan kendaraan baik mobil ataupun motor.