Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bikin Kapok, Ini Saran untuk Tekan Penggunaan Pelat Nomor Palsu

Kompas.com - 22/07/2023, 17:42 WIB
Aprida Mega Nanda,
Stanly Ravel

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penggunaan pelat nomor palsu belakangan ini semakin marak. Tak jarang penggunanya juga ugal-ugalan hingga membahayakan pengguna jalan lain.

Contoh, seperti kejadian baru-baru ini yang melibatkan Jeep Rubicon berpelat nomor B 1360 BCY menyerempet pengendara lain saat hendak keluar pintu Tol Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, viral di media sosial.

Pengendara Rubicon itu diduga menggunakan pelat nomor palsu. Sebab ketika dilakukan pengecekan, mobil berpelat nomor B 1360 BCY diketahui tak terdaftar sebagai Rubicon.

Baca juga: Polisi Belum Terima Laporan Kasus Rubicon Senggol Pengendara Lain di Jalan Tol

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Dash Cam Owners Indonesia (@dashcam_owners_indonesia)

 

"Waktu itu ada yang ngasih nomornya (pelat) sekian. Saya cek ke Samsat, mobilnya bukan Rubicon," ujar Kepala Satuan Patroli Jalan Raya Dilantas Polda Metro Jaya Kompol Sutikno.

Seolah tidak jera dengan ancaman dan hukum yang ada, masih banyak penggunaan kendaraan bermotor yang memakai pelat nomor palsu.

Alasannya beragam, dan paling umum agar tampak keren lantaran nomor atau angka menyusun suatu kata tertentu.

Pemerhati masalah transportasi dan hukum Budiyanto mengatakan, penggunaan pelat nomer yang bukan peruntukannya atau bukan dikeluarkan dari kepolisian merupakan pelanggaran lalu lintas.

Baca juga: Wujud Asli Hyundai Santa Fe Anyar Tertangkap Kamera, Desain Lebih Boxy

Aturan mengenai pelat nomor sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ)

Pada Pasal 280, melanggar tidak dipasangi tanda nomor kendaraan bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.

“Penggunaan TNKB yang bukan peruntukannya atau yang bukan dikeluarkan dari kepolisian seharusnya sebagai pintu masuk untuk melakukan pengecekan apakah ada unsur pemalsuan atau tidak terhadap STNK melengkapi ranmor tersebut,” ucap Budiyanto, kepada Kompas.com, Sabtu (22/7/2023).

“Jika didapatkan STNK tersebut palsu atau memalsukan surat tersebut dapat dikenakan Tindak Pidana Pemalsuan sebagaimana diatur dalam pasal 263 KUHP, dengan pidana penjara paling lama enam tahun,” lanjutnya.

Apabila tidak bisa membuktikan ada unsur-unsur pemalsuan, penggunaan TNKB yang bukan peruntukannya hanya dikenakan Pidana pelanggaran lalu lintas sebagai mana diatur dalam pasal 280 UU No 22 tahun 2009.

“Beberapa variabel inilah yang mengakibatkan pelanggaran penggunaan TNKB yang bukan peruntukannya sering terjadi dan berulang karena sanksi pidana rendah Di sisi lain untuk membuktikan ada unsur pemalsuan atau tidak masih sulit untuk dipenuhi unsur-unsurnya,” kata Budiyanto.

Agar kejadian seperti ini tidak terus terulang, Budiyanto memberi beberapa saran yang bisa dilakukan pihak berwajib.

Baca juga: Komparasi Harga XL7 Hybrid dan Terios Facelift

“Pelanggar harus diberikan denda maksimal melalui putusan pengadilan. Selanjutnya kendaraan disita sampai ada penetapan putusan dari pengadilan,” ucap Budiyanto.

Selain itu, Budiyanto juga memberi saran untuk melakukan penertiban terhadap tempat-tempat pembuat TNKB liar.

Anggota Polisi menindak pengguna pelat nomor palsu di JakartaTMCPoldaMetro Anggota Polisi menindak pengguna pelat nomor palsu di Jakarta

“Bila ditemukan adanya dugaan pemalsuan STNK proses dilimpahkan ke Serse untuk penanganan kebih lanjut,” ujar Budiyanto

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com