JAKARTA, KOMPAS.com – PT Pertamina (Persero) akan memulai pemasaran Pertamax yang dicampur bioetanol dalam waktu dekat. Dari beberapa produsen besar, sejauh ini belum ada agen pemegang merek (APM) yang menyatakan siap untuk mengonsumsi BBM ini.
Untuk diketahui, bioetanol adalah salah satu bentuk energi terbarukan yang dapat diproduksi dari tumbuhan melalui proses fermentasi.
Dalam rangka mendukung penyebaran BBM tersebut, perlu ada kendaraan yang dibekali mesin khusus yang lebih fleksibel atau alternatif yang disebut ‘flexy engine’. Kendaraan dengan flexy engine identik dengan teknologi konversi gas, yakni Compressed Natural Gas (CNG).
Kampanye konversi BBM menjadi gas sempat terdengar santer pada 2015 lalu, juga untuk mengurangi ketergantungan pada impor BBM. Bahkan, PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) sudah sampet membuat prototipe Toyota Vios CNG dan siap produksi massal.
Tapi, seiring perjalanan kampanye itu pupus dan kini pemerintah beralih fokus pada mobil listrik.
Baca juga: Viral Mobil Google Maps Nyasar Sampai ke Tengah Kebun, Netizen Nyinyir
Flexy engine adalah sebutan untuk mobil yang mampu menggunakan campuran dua bahan bakar berbeda, contohnya mobil yang menggunakan bahan bakar campuran bensin dan etanol.
Lantas, dengan kehadiran BBM Bioetanol dari Pertamina, apakah sudah waktunya bagi APM meluncurkan flexy engine di Indonesia?
Pengamat otomotif Yannes Martinus Pasaribu, mengatakan, hal ini bergantung dari kandungan atau spesifikasi Bioetanol yang diluncurkan Pertamina.
Baca juga: Hasil MotoGP Italia 2023: Bagnaia Menang Mudah, Marquez Kecelakaan
“Campuran BBM dengan kandungan 5 persen etanol (E5) biasanya dapat digunakan dengan mesin kendaraan yang sudah ada tanpa perlu modifikasi khusus,” ujar Martinus, kepada Kompas.com (11/6/2023).
“Mesin bensin modern pada umumnya dapat menyesuaikan diri dengan campuran konsentrasi E5, karena BBM tersebut sesuai dengan spesifikasi standar motor bakar internasional,” kata dia, yang berprofesi sebagai dosen di Institut Teknologi Bandung.
Meski begitu, bila kandungan Bioetanol sudah semakin meningkat, tentu APM perlu menyiapkan produk khusus atau paling tidak melakukan penyesuaian pada sisi teknis.
Baca juga: Terkenal Raja Ngebut, Ini Cerita Penumpang Naik Bus Sugeng Rahayu
“Maksimal sampai E10 (10 persen etanol) masih bisa dipakai mesin produksi 2011 ke atas yang sudah pakai injektor,” ucap Martinus.
Ia juga menambahkan, penggunaan BBM Bioetanol menjadi bagian dari langkah pemerintah menuju green mobility atau dekarbonisasi.
“Negara pertama di ASEAN yang menggunakan bioetanol sebagai bahan bakar adalah Thailand pada tahun 2007. Pada saat ini, E10 sudah umum untuk kendaraan di Thailand,” ujar Martinus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.