JAKARTA, KOMPAS.com - Penggunaan lampu hazard sebagai salah satu perangkat komunikasi pada mobil, masih kerap salah difungsikan sebagian pengendara. Sehingga yang terjadi membuat kesalahpahaman di jalan.
Sesuai aturan, fungsi lampu hazard untuk memberi suatu isyarat saat terjadi kondisi atau keadaan darurat. Tapi yang terjadi, banyak yang memakainya sebagai isyarat ingin mendahului atau berjalan lurus.
Dikatakan Director Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) Sony Susmana, kebiasaan perilaku tersebut adalah akibat miss persepsi, tetapi hal itu malah jadi contoh yang keliru.
Baca juga: Kejadian Lagi, Mobil Terbakar di SPBU Saat Mengisi Bensin
"Pemahaman aturan keselamatan lalu lintas itu meliputi aturan operasional kendaraan, tidak boleh meniru cara berkendara orang lain. Seperti penggunaan, lampu hazard ini tidak jelas asal mulanya tetapi malah menjadi kebiasaan yang membahayakan," ucap Sony kepada Kompas.com belum lama ini.
Saat menggunakan lampu hazard tepatnya di persimpangan jalan, pengemudi lain tidak bisa membaca arah kendaraan akan berbelok atau lurus. Hasilnya, situasi tersebut menimbulkan kesalahan komunikasi yang memicu terjadinya kecelakaan.
"Persimpangan atau perempatan jalan adalah titik bertemunya arus kendaraan dari beberapa arah. Harus ada komunikasi antar kendaraan seperti menyalakan lampu kendaraan, atau sein jika akan berbelok. Tetapi jika ingin lurus tidak berarti harus menyalakan hazard," kata dia.
Baca juga: Kecelakaan Lalu Lintas Meningkat 34 Persen Periode Januari-September 2022
Salah kaprah penggunaan lampu hazard mobil yang kedua adalah saat melaju di kondisi hujan deras. Keterbatasan jarak pandang, membuat pengemudi menyalakan lampu hazard dengan maksud agar keberadaannya disadari pengguna jalan lain.
Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu menjelaskan, menyalakan lampu hazard saat kondisi hujan deras justru mengganggu karena silaunya sinar lampu membuat pengemudi di belakang kebingungan membaca pergerakan di depan.
"Sesuai aturan hukum, penggunaan lampu hazard hanya saat keadaan darurat, seperti pecah ban, atau terjadi malfungsi pada kendaraan," ujar Jusri.
"Jika penggunaan salah, apalagi jika kondisi pengguna jalan lain mengalami kelelahan fisik, akibatnya silau cahaya lampu justru mengakibatkan pusing, gagal konsentrasi, bahkan bisa kehilangan kesadaran, terparah kehilangan fokus dan menabrak kendaraan yang menyalakan lampu hazard," katanya.
Baca juga: Apa Hubungan Immobilizer dan Keyless pada Mobil?
Adapun etika penggunaan lampu hazard diatur dalam Pasal 121 Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Di mana, hanya digunakan saat kondisi darurat seperti mogok, mengganti ban, dan lain sebagainya yang sejenis.
Untuk kondisi kendaraan saat mengaktifkan lampu isyarat itu ialah dalam keadaan diam dan memasang segitiga pengaman di belakangnya. Apabila melanggar, siap-siap dikenakan denda tilang sebesar Rp 500.000.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.