JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono menyatakan bahwa sekolah mengemudi belum bisa menjawab masalah atas tingginya tingkat kecelakaan kendaraan bermotor.
Sebab, faktor utama yang kerap menjadi penyebab terjadinya kecelakaan yang sekaligus paling sulit diatasi ialah budaya tertib berlalu lintas. Bukan hanya soal pengetahuan berlalu lintas semata.
"Melalui sekolah mengemudi, memang mereka diberikan pemahaman terkait aturan dan ketrampilan. Tetapi masalahnya itu ialah culture, budaya dan ini tumbuhnya bukan di sekolah mengemudi," kata dia saat ditemui di Jakarta, Selasa (13/9/2022).
Baca juga: Kecelakaan Motor Terjadi Mayoritas di Jalanan Lurus dan Cuaca Cerah
"Iya kamu tahu harus disiplin, kalau tidak akan ditilang, dan lain sebagainya. Tetapi masalah disiplin itu merupakan budaya, suatu yang berbeda," lanjut Soerjanto.
Sehingga, menurut dia, paling efektif menjawab masalah itu ialah pembelajaran dan pembekalan sejak dini soal berkendara. Tetapi diakui sampai sekarang ini belum ditemukan langkah paling efektif melakukannya.
Oleh karena itu, KNKT bersama instansi dan para pemangku kepentingan akan berkerja sama untuk berupaya merumuskan hal tersebut.
Langkah pertama, KNKT menerima segala masukkan dari pihak Korlantas Polri, ATPM, serta komunitas sebagai perwakilan pengendara. Kemudian, dirumuskan suatu rekomendasi yang akan diberikan ke semua stakeholder yang terlibat.
"Seperti masalah edukasi, nanti kita berkirim surat memberikan rekomendasi. Hasil penelitiannya bagaimana dengan teman-teman dari Universitas, saran mereka dari sisi edukasi, kita sampaikan supaya masalah kedisiplinan ini bisa diperbaiki," ucap Soerjanto.
Baca juga: Angka Kecelakaan Sepeda Motor Tahun Ini Sudah Tembus 120.284 Kasus
Sebagai contoh, menurut pengalamannya, di Swedia cara mendidik masyarakat agar patuh menggunakan sabuk pengaman dengan dibawa ke tempat khusus yang sudah tersedia kendaraan buatan.
Di sana, anak-anak diajak naik dan kendaraan tersebut ngerem mendadak dan membuat mereka merasakan sensasi bagaimana jika tidak menggunakan sabuk pengaman ketika berada di suatu kendaraan roda empat atau lebih.
"Teman saya sjadinya itu seumur hidup tidak pernah lupa pentingnya sabuk pengaman. Cara didiknya bukan ditakuti kalau jika tidak pakai sabuk pengaman akan ditilang, tetapi kesadaran atas kebutuhannya," jelas dia.
"Contoh lain, teman anak saya yang sekolah di Internasional, mereka untuk mengenal satu simbol lalu lintas diajarkan dalam satu minggu. Benar-benar diberi pemahaman, bukan hanya sekadar untuk ujian sekolah saja," tambah Soerjanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.