Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Panjang Menuju Zero ODOL

Kompas.com - 03/02/2022, 14:31 WIB
Stanly Ravel

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Keberadaan truk over dimension over load alias ODOL, telah menyebabkan banyak masalah. Tak sekadar jalan rusak dan kemacetan, tapi jadi salah satu penyumbang besar angka kecelakaan di jalan raya.

Jumlah korban jiwa karena ODOL sudah cukup banyak. Karenanya, diharapkan pemangku kepentingan bisa melakukan tindakan untuk mentertibkan dalam rangka menuju Zero ODOL pada Januari 2023.

Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, penyelenggaraan ODOL masuk dalam kategori tindakan korupsi, dan merugikan negara secara tidak langsung. Parahnya, praktik kelebihan muatan dan ukuran pada angkutan barang sudah terjadi sejak lama.

Baca juga: Pengamat Sebut Wacana Revisi UU LLAJ Prematur, Lebih Baik Tindak Tegas ODOL

"Permasalahan ODOL memberikan dampak yang luar biasa, seperti salah satu penyebab kecelakaan lalu lintas, menimbulkan kerusakan infrastruktur jalan, jembatan, dan pelabuhan, menimbulkan polusi udara, serta menyebabkan ketidakadilan dalam usaha pengangkutan logistik," ujar Djoko dalam keterangannya, Rabu (2/2/2022).

Menurut Djoko, pemberantasan kendaraan ODOL harus dilakukan secara komprehensif dari hulu hingga hilir.

Pemotongan truk ODOL di Riau oleh Kementerian PerhubunganKEMENHUB Pemotongan truk ODOL di Riau oleh Kementerian Perhubungan

 

Tiap kendaraan yang dioperasikan di jalan raya harus melalui proses uji tipe, untuk selanjutnya dikeluarkan Surat Registrasi Uji Tipe (SRUT) oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (Ditjenhubdat) dan STNK juga pelat nomor dari Polri.

Selain itu, juga wajib melakukan uji berkala tiap enam bulan yang diselenggarakan Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten/Kota. Namun, Djoko menjelaskan sejauh ini pengujian kendaraan relatif lebih baik di kota ketimbang PKB di kabupaten lantaran luasnya jangkauan wilayah.

Hingga saat ini, terdapat 314 Unit Pelaksana Uji Berkala Kendaraan Bermotor (UPUBKB) atau 61 persen dari 508 kabupaten/kota di Indonesia. Artinya, masih ada 194 kabupaten yang belum memiliki UPUBKB dan perlu bantuan dari Ditjenhubdat.

"PKB yang tidak dapat diselenggarakan sesuai peraturan dapat diambil alih Ditjenhubdat untuk dikelola. Sekarang sudah ada Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) di setiap provinsi dapat menjadi penyelengaran PKB di daerah," kata Djoko.

Baca juga: Cegah Truk ODOL, Jembatan Timbang Kulwaru Jadi Prioritas Pemasangan WIM

Kecelakaan truk di tol Tangerang-Merakdok.Antara Kecelakaan truk di tol Tangerang-Merak

Hal lain yang jadi perhatian, terkait kewajiban perusahaan angkutan umum menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan (SMK) sesuai PM Nomor 85 Tahun 2018.

SKM sendiri meliputi, komitmen dan kebijakan, pengorganisasian, manajemen bahaya dan risiko, fasilitas pemeliharaan dan perbaikan kendaraan bermotor, dokumentasi dan data, peningkatan kompetensi dan pelatihan, tanggap darurat, pelaporan kecelakaan internal, monitoring dan evaluasi, serta pengukuran kinerja.

Masalah karoseri yang masih menerima order membuat truk tak sesuai regulasi, dan asosiasi logistik yang menolak Zero ODOL, Djoko mengatakan perlu dilakukan beberapa langkah pendataan, penertiban, sampai upaya tindakan hukum.

Sementara untuk fasilitas, Djoko mengatakan, dari 141 Unit Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) yang ada, untuk beberapa lokasi di Jawa dan Sumatera tak lagi memenuhi kebutuhan. Pasalnya, volume angkutan barang yang terlampau tinggi.

Petugas mengevakuasi truk tronton bernomor plat KT 8534 AJ setelah mengalami kecelakaan di turunan simpang Muara Rapak, Balikpapan, Kalimantan TImur, Jumat (21/1/2022). Kecelakaan yang diduga karena truk mengalami rem blong itu mengakibatkan sedikitnya 4 orang tewas, 1 orang kritis, 3 orang mengalami operasi tulang patah, dan 5 orang luka ringan.ANTARA FOTO/HO/NOVI ABDI Petugas mengevakuasi truk tronton bernomor plat KT 8534 AJ setelah mengalami kecelakaan di turunan simpang Muara Rapak, Balikpapan, Kalimantan TImur, Jumat (21/1/2022). Kecelakaan yang diduga karena truk mengalami rem blong itu mengakibatkan sedikitnya 4 orang tewas, 1 orang kritis, 3 orang mengalami operasi tulang patah, dan 5 orang luka ringan.

Keberadaan Weight in Motion (WIM) bisa menjadi salah satu solusi pengawasan dan penegakan hukum. Contoh seperti yang ada di UPPKB Kulwaro, Balonggangu, dan Losarang, yang dinilai lebih efisien untuk operasional dan dapat mengurangi konflik kepentingan.

Upaya Kemenhub melalui Ditjenhubdat yang  melakukan penindakan berupa pemotongan truk ODOL, kenyataannya tak begitu efektif. Hal tersebut karena masih ada pengusaha yang tak mengubris dan menyambung lagi dengan alasan lebih menguntungkan meski didenda.

"Artinya, besaran sanksi atau denda dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan masih kurang tinggi dan UU tersebut harus direvisi untuk menaikkan besaran sanksi atau denda," ujar Djoko.

Baca juga: Kasus 7 Bus Pariwisata Diajak Off Road, Ini Pentingnya Ketahui Jalan

Djoko juga menjelaskan, kebijakan atau aturan yang tak seirama antar instansi terkait masalah ODOL. Bahkan banyak peraturan terkesan dibuat sebagai ladang pungutan liar bagi oknum petugas di lapangan.

Uji coba penimbangan truk dengan perangkat Weigh In Motion di Jembatan Timbang Kulwaru, Kulon Progo, Rabu (26/1/2022)Ditjen Hubdat Kemenhub RI Uji coba penimbangan truk dengan perangkat Weigh In Motion di Jembatan Timbang Kulwaru, Kulon Progo, Rabu (26/1/2022)

Untuk itu, perlu adanya penyeragaman aturan terkait ODOL agar petugas di lapangan dan pelaku transportasi tidak sama-sama binggung. Selain itu, yang tak kalah penting adalah niat bersama menertibkan ODOL.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau