Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Organda DKI Kritisi Tindakan Menhub

Kompas.com - 03/04/2018, 09:32 WIB
Alsadad Rudi,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

Jakarta, KOMPAS.com - Ribuan pengemudi angkutan berbasis aplikasi online berunjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (27/3/2018). Mereka menuntut pemerintah membantu mereka berdiskusi dengan perusahaan pengembang aplikasi untuk merasionalkan tarif.

Pasca-unjuk rasa tersebut, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan selama ini pemerintah kesulitan mengatur transportasi online. Pasalnya perusahaan aplikasi tidak terdaftar sebagai perusahaan transportasi. Budi menyatakan Kemenhub akan melakukan berbagai kajian agar perusahaan penyedia aplikasi transportasi online bisa diregulasi.

Pernyataan Budi ini mendapat kecaman dari Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta. Mereka menilai Pemerintah bersikap plin-plan dalam mengatur keberadaan angkutan berbasis aplikasi ini.

"Pernyataan Menhub yang menyatakan sulit mengatur transportasi online sungguh sangat memprihatinkan sekali. Kok bisa-bisanya seorang Menteri Perhubungan yang diangkat dengan melakukan Sumpah Jabatan sekarang mengatakan sulit mengatur," kata Shafruhan dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Minggu (1/4/2018).

Baca juga : Menhub Akui Kesulitan Atur Perusahaan Aplikasi Transportasi Online

Pengemudi ojek online melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (27/3). Massa dari pengemudi ojek online menuntut pemerintah membantu untuk berdiskusi dengan perusahaan transportasi online agar merasionalkan tarif.KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Pengemudi ojek online melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (27/3). Massa dari pengemudi ojek online menuntut pemerintah membantu untuk berdiskusi dengan perusahaan transportasi online agar merasionalkan tarif.

Menurut Shafruhan, pemerintah seharusnya bisa bertindak tegas terhadap angkutan online yang melanggar aturan, terutama mengenai tarif atas dan bawah. Acuannya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 hasil revisi PM 32 dan PM 26 yang diterbitkan oleh Budi. 

Shafruhan kemudian mencontohkan ucapan Budi yang pernah berjanji menindak tegas taksi online yang melanggar UU LLAJR dan Permenhub 108 tahun 2017. Namun janji itu dianggap tidak dilaksanakan sampai dengan saat ini.

Baca juga : Perusahaan Aplikasi Transportasi Online Akan Dapat Perlakuan Khusus

"Saat ini kita ditunjukan kualitas pemimpin bangsa yang plin-plan. Semua produk UU dan aturan sudah sangat jelas, tapi tidak mampu dilaksanakan. Jadi apanya yang sulit diatur? Ini semua karena ketidaktegasan aparat pemerintah dalam menegakkan aturan," ucap Shafruhan.

Menhub Budi Karya Sumadi saat memberikan keterangan terkait PM 108 di kantornya, Senin (2/4/2018)KOMPAS.com/Yoga Hastyadi Widiartanto Menhub Budi Karya Sumadi saat memberikan keterangan terkait PM 108 di kantornya, Senin (2/4/2018)

Saat ditemui di Kantor Kemenhub, Senin (2/3/2018), Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, menyatakan, Permenhub 108 akan tetap berlalu meski saat ini sedang dilakukan revisi terhadap sejumlah pasal. Budi menyatakan angkutan mesti tunduk pada segala aspek yang dimuat dalam aturan tersebut.

"PM 108 itu satu-satunya legitimasi driver online dalam operasional. Jadi tidak ada pencabutan, pembatalan dan pembekuan," kata Menhub.

Rencananya dalam waktu dekat, Kemenhub akan mengumpulkan para pemangku kepentingan, perwakilan Kemenkominfo, serta perusahaan pengembang aplikasi untuk berdiskusi. Salah satu topik yang akan dibahas adalah soal niat Kemenhub untuk mengubah status perusahaan pengembang aplikasi penyedia angkutan online, dari perusahaan aplikasi menjadi perusahaan transportasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau