Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panda yang Galak Menaklukkan Puncak

Kompas.com - 21/01/2011, 17:30 WIB

KOMPAS.com — "Mobil apa itu"? Pertanyaan ini acap terlontar dari orang-orang setiap kali iring-iringan 10 unit Geely Panda berhenti, baik di Gadog (Ciawi, Jabar), Bandung Istana Plaza (Bandung), maupun Cilandak Town Square (Citos, Jakarta), ketika melakukan test drive dengan rute Jakarta-Bandung pergi pulang beberapa hari lalu.

Kompas.com yang ikut dalam tes tersebut agak sedikit terkagum-kagum dengan city car yang didatangkan secara utuh (completely built up) dari China. Bagaimana tidak. Dengan dibekali mesin 1.343 cc DOHC menjadi yang terbesar di kelompoknya (city car). Kemudian, Panda Geely dilengkapi dengan ABS dan EBD dan dibanderol Rp 99 juta (tipe GS). Sedangkan tipe GL lebih mahal Rp 10 juta dengan kelebihan spion elektrik, dual air bag, dan bisa mendengar musik dari MP3, ponsel, dan gadget.

Kekaguman lainnya, image kualitas kendaraan China yang kasar dan kaku dikikis oleh Geely Panda dari tampilan eksterior yang manis dengan bahan-bahan interior lebih berkelas.

Yang bikin geli, ciri kuat Panda diaplikasikan pada mobil. Perhatikan desain lampu utama depan dan gril, mirip dengan binatang dari negeri Tirai Bambu itu. Kemudian, model lampu belakangnya bagaikan kaki panda nemplok. Sayang, rancangannya terlalu besar sehingga mengurangi keanggunan tampilan belakang.

Ciri Panda lainnya terpancar pada interior, terutama pada bagian tengah dasbor (konsul) yang membentuk bulatan besar yang di dalamnya ada unit radio, dua kisi A/C, plus tiga tombol (dipencet). Terintegrasi dengan tiga tombol penyetel A/C. Sayang, laci di dasbor masih model kuno dengan model geser.

Panda galak
Ketika tes dari Jakarta menuju Bandung lewat Puncak, saya sengaja jadi penumpang. Tak disangka si kecil ini agak stabil kala meliuk-liuk di tikungan. Padahal, dari desain suspensi masih model biasa, di depan tipe McPherson dan di belakang tipe Torsion Beam.

Yang bikin tidak percaya lagi, mesin bertenaga 85 HP dengan torsi 110 di 5.200 rpm itu cukup galak di setiap gigi. Ketika menaklukkan tanjakan Gadog tanpa dikebut bisa menggunakan gigi dua. Sekalipun putaran mesin pada 2.000 rpm, ketika pedal gas ditekan, tenaga langsung dapat.

Saat pulang ke Jakarta, giliran Kompas.com yang mengemudi. Tak disangka, dalam brosur tertera kecepatan maksimum 155 km per jam, ternyata bisa dicapai 170 km per jam. Hebatnya, kecepatan diukir bukan di jalan rata, melainkan menanjak dengan kemiringan 15 sampai 20 derajat.

Penasaran, Kompas.com pun menanyakan bahan bakar yang dipakai, ternyata menggunakan Pertamax Plus. Pantas!

Selama mengemudi balik ke Jakarta, pandangan ke samping (tiga perempat) tidak luas karena pilar A yang terlalu besar. Begitu juga pandangan ke belakang yang sangat sempit karena terhalang oleh sandaran kepala bangku belakang. Trus, kaca spion luar pandangannya tidak luas sehingga ketika ngebut harus hati-hati jika ingin berpindah jalur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com