Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkaca dari Vietnam, Denda Pelanggaran Lalu Lintas di Indonesia Kecil

Kompas.com - 09/01/2025, 08:12 WIB
Gilang Satria,
Aditya Maulana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Vietnam melakukan terobosan hukum dengan "membayar" orang yang mengadukan pelanggaran lalu-lintas. Tak hanya itu Vietnam juga menaikkan denda pelanggaran.

Salah satu contoh kebijakan baru ini adalah peningkatan denda tilang untuk pelanggaran lampu merah yang cukup signifikan.

Baca juga: Mengenal Zendo, Ojek Online Muhammadiyah Pesaing Grab dan Gojek

Sebagai contoh, sebelumnya denda untuk pelanggaran lampu merah berkisar antara 4 hingga 6 juta dong Vietnam. Kini pelanggar harus membayar denda antara 18 hingga 20 juta dong atau setara Rp 2.500.000.

Lampu merah di salah satu ruas jalan Kota Balikpapan, Kalimantan Timur.Shutterstock/Uchup Kence Lampu merah di salah satu ruas jalan Kota Balikpapan, Kalimantan Timur.

Berkaca dari kebijakan Vietnam, denda tilang pelanggaran lalu-lintas di Indonesia sebetulnya terbilang kecil.

Sebagai contoh, aturan mengenai pelanggaran lampu merah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), pada pasal 106 ayat 4 huruf c.

Adapun sanksi atau ancaman pidananya diatur dalam pasal 287 ayat 2, dengan ancaman pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.

Baca juga: Alasan PO Sinar Jaya Pasang Lampu Sasis di Kaca Belakang Bus

Muncul pertanyaan apakah tingginya jumlah pelanggaran lalu lintas di Indonesia disebabkan oleh besaran denda yang terlalu kecil, sehingga tidak memberikan efek jera bagi pelaku pelanggaran?

Kondisi lalu lintas di jalanan Kota Hanoi, Vietnam pada Mei 2024.KOMPAS.com/DIO DANANJAYA Kondisi lalu lintas di jalanan Kota Hanoi, Vietnam pada Mei 2024.

Menyikapi hal tersebut, pemerhati masalah transportasi dan hukum, Budiyanto, mengatakan bahwa putusan denda terhadap pelanggar lalu-lintas ditentukan oleh pengadilan.

"Denda kecil terhadap pelanggaran lalu-lintas sebagai salah satu variabel," kata Budiyanto kepada Kompas.com, Rabu (8/1/2025).

Baca juga: Video Viral Motor Mendadak Ngegas, Simak Penyebabnya

Budiyanto menjelaskan, dalam mekanisme penyelesaian pelanggaran lalu lintas, ada tiga instansi yang terlibat, yaitu polisi, jaksa, dan pengadilan.

Masing-masing instansi memiliki kewenangan yang independen tidak boleh ada intervensi sesuai dengan undang-undang, atau dalam hal ini putusan denda pelanggaran lalu-lintas di pengadilan.

Ilustrasi tilang uji emisi Jakarta. Kembali diberlakukan pada awal November 2023Kompas.com/Daafa Alhaqqy Ilustrasi tilang uji emisi Jakarta. Kembali diberlakukan pada awal November 2023

"Polri sebagai penyidik yang melakukan penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu-lintas kemudian mengirim berkas pelanggaran ke pengadilan. Pengadilan tidak boleh diintervensi karena memiliki kewenangan dan dilindungi UU," katanya.

Baca juga: Tak Cuma Bayar Orang, Vietnam Naikkan Denda Pelanggaran Lalu Lintas

Meski demikian, Budiyanto mengungkapkan, pada kenyataannya mayoritas putusan denda memang masih jauh dari ancaman maksimal yang ditetapkan.

"Dalam praktiknya, memang putusan denda masih jauh dari ancaman denda maksimal," kata Mantan Kasubdit Gakkum Polda Metro Jaya itu.

"Hakim memutuskan sesuai dengan pertimbangan dan keyakinannya. Kemudian, jaksa sebagai eksekutor yang melaksanakan putusan pengadilan," ujar Budiyanto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau