JAKARTA, KOMPAS.com - Belum lama ini, video viral di media sosial menunjukkan para pesepeda yang memblokir trotoar agar tidak dilalui oleh pengendara sepeda motor.
Para pesepeda tersebut kesal karena banyak pemotor yang naik trotoar, sehingga mengganggu dan merampas hak pejalan kaki.
Baca juga: Alasan Baic Indonesia Hanya Bawa BJ80 dengan Setir Kiri
Kejadian pengendara motor yang naik trotoar seolah menjadi kebiasaan di kota-kota besar. Ironisnya, bukan hanya satu atau dua motor saja, melainkan banyak motor yang melanggar aturan ini pada jam sibuk.
View this post on Instagram
Pegiat keselamatan jalan raya, Rio Octaviano dari Road Safety Association, menyatakan, aksi pemotor naik trotoar sulit diberantas karena tidak ada tindakan nyata dari pihak berwenang.
"Sudah banyak motor yang naik trotoar, tetapi yang menjadi masalah adalah tidak adanya tindakan konkret dari pemerintah atau penegak hukum. Kami memahami bahwa ini disebabkan oleh kurangnya sinergi antar stakeholder," ujar Rio kepada Kompas.com, Senin (28/10/2024).
Rio yang juga ketua asosiasi pengusaha parkir, mengatakan, salah satu penghambat penegakan hukum karena aturan mengenai trotoar dan jalan raya berbeda.
Baca juga: PO Bintang Utara Luncurkan Bus Baru Pakai Sasis Tronton
"Trotoar dianggap masuk dalam ketertiban umum (berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum) di Jakarta, sedangkan jalan raya diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 mengenai LLAJ," jelas Rio.
"Ini menjadi masalah karena pengendara yang ada di jalan raya naik ke trotoar. Kemudian, siapa yang bertanggung jawab untuk menertibkan di trotoar? Jika diserahkan kepada Satpol PP, mereka hanya memiliki kewenangan untuk tindakan administratif, tidak seperti polisi lalu lintas," katanya.
Aturan mengenai larangan motor naik trotoar diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 Pasal 106 Ayat 2, yang menyatakan bahwa pengemudi kendaraan bermotor di jalan wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki.
Bagi pemotor yang melanggar, sanksi pidana dapat berupa penjara paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.
Baca juga: Alasan MG Belum Bisa Pajang Cyberster di Diler
Namun, Rio mengatakan bahwa fakta di lapangan menunjukkan bahwa aturan tersebut tidak cukup untuk mengatasi fenomena yang ada saat ini.
"Itu termasuk dalam pasal hak pejalan kaki. Jadi zebra cross dan trotoar adalah hak pejalan kaki. Memang ada pasal yang memberikan denda, tetapi saya kembali ke pertanyaan siapa yang akan mengurus trotoar," ujarnya.
"Fakta di lapangan adalah trotoar sangat terkait dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov), sehingga polisi yang tidak berada di bawah Pemprov merasa bukan tanggung jawab mereka," kata Rio.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.