Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat Sebut Indonesia Tidak Mungkin Setop Jualan Mobil ICE pada 2045

Kompas.com - 06/09/2024, 08:12 WIB
Ruly Kurniawan,
Aditya Maulana

Tim Redaksi

KARAWANG, KOMPAS.com - Ahli Desain Produk Industri Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu menyebut bahwa migrasi industri kendaraan bermotor berbasis bahan bakar fosil ke listrik di dunia masih rendah.

Kondisi tersebut tergambar dari program elektrifikasi kendaraan atau electric vehicle (EV) di tiap negara, yang mana segmentasi pasarnya rata-rata masih berada di level 10 persen ke bawah.

Hanya negara maju dengan tingkat Produk Domestik Bruto (PDB) tinggi saja yang baru bisa mencapai 30 persen market share ke atas, seperti Belanda, Swedia, Islandia, dan Norwegia.

Baca juga: Deretan Kelas Bus PO Juragan 99 Trans, dari Business sampai First Class

Kondisi popularitas EV di duniadok.ITB Kondisi popularitas EV di dunia

"Dengan PDB 89.000 dollar Amerika Serikat (AS) per-kapita, populasi EV di Norwegia sudah mencapai 80 persen dalam kurun waktu 30 tahun. Ini bisa terjadi karena mereka eksportir minyak terbesar di Eropa," kata Yannes di Karawang, Jawa Barat, Kamis (5/9/2024).

"Sementara kalau kita lihat Thailand, yang cukup cepat penetrasinya, dalam 8 tahun dia sudah bisa mencapai 10 persen. Indonesia masih 3 tahun, 2,92 persen. Namun, PDB kita 4.500 dollar AS sementara mereka 7.300 dollar AS," lanjut dia.

"Menariknya, AS yang kerap menggempor-gemporkan soal EV lewat Tesla-nya, baru mencapai market share 6 persen. Jadi, migrasi ekosistem EV itu tidak semudah yang kita bayangkan," tambah Yannes.

Apabila suatu negara ingin meningkatkan penetrasinya terhadap adopsi EV, menurut Yannes, mereka harus meningkatkan PDB per kapita. Sebab, harga dan investasi terhadap kendaraan listrik kini masih mahal.

Terlebih, EV sejatinya disiapkan untuk masyarakat urban atau dengan perjalanan jarak dekat. Sekalipun ada pabrikan yang dapat menambah jarak tempuh baterai mobil, itu pun tidak sampai dua kali lipatnya.

Baca juga: Jawaban Mazda Ketika Ditanya Soal Kendaraan Elektrifikasi

Ilustrasi pabrik mobil listrik Dok. Shutterstock Ilustrasi pabrik mobil listrik

"Dengan kondisi di lapangan dan tantangannya, untuk capai 20 persen EV, PDB kita setidaknya harus mencapai 12.000 dollar AS perkapita dulu (naik 3x lipat). Jadi masih jauh kalau dibilang 2045 harus EV (penjualan ICE disetop)," ucapnya.

"Di negara dengan PDB perkapita yang lebih rendah, keterjangkauan merupakan penghalang utama untuk adopsi EV yang meluas. Berfokus hanya pada EV dapat membebani ekonomi dan membatasi akses ke transportasi pribadi bagi banyak orang," lanjut Yannes.

Kemustahilan Indonesia menyetop penjualan mobil berbahan bakar fosil di 2045 juta seiring dengan peta jalan energi Tanah Air pada 2040. Di mana, komposisi EV diproyeksi masih kecil walau sedikit di atas biofuel.

"Visi Indonesia 2045 memberikan target produksi BBN 238.000 barel per hari pada tahun 2030," paparnya lagi.

Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin menyampaikan, dengan target netralitas karbon atau Net Zero Emission (NZE) Indonesia pada 2060, harusnya pada 2045 tidak ada lagi mobil ICE yang dijual.

Kendaraan roda empat berpenumpang yang baru, harus sudah beralih ke mobil listrik alias electric vehicle (EV).

Baca juga: Simulasi Kredit Hyundai Kona Electric, per Bulan Mulai Rp 8 Jutaan

Toyota Kijang Innova Zenix Hybrid FFVdok.TMMIN Toyota Kijang Innova Zenix Hybrid FFV

"Karena Indonesia punya target NZE pada 2060 atau lebih cepat, berarti suatu ketika kita harus mulai setop penjualan kendaraan beremisi," kata dia saat dihubungi Kompas.com, Kamis (22/8/2024).

"Biasanya itu 15 tahun sebelum target NZE. Jadi Indonesia paling lambat 2045 semua kendaraan baru harus zero emissions vehicle," lanjut Kaimuddin.

Saat ini dari semua negara di Asia Tenggara (ASEAN), hanya Indonesia yang belum menetapkan batas waktu penjualan mobil berbahan bakar fosil. Negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand, sudah ketok palu yaitu mulai 2035 dan/atau 2040.

Artinya, apabila pemerintah lamban mengambil langkah, bukan hanya tidak memberi kepastian kepada pelaku usaha saja. Tapi bisa membuat Tanah Air sebagai "tempat sampah" kendaraan ICE.

"Kalau kita tidak punya (kejelasan waktu penjualan mobil konvensional) barang bisa ke sini semua," ucap Kaimuddin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau