JAKARTA, KOMPAS.com - Belum lama ini polisi mengumumkan akan mengubah syarat pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM). Di mana pemohon SIM nantinya harus menyertakan sertifikat dari sekolah mengemudi.
Sony Susmana, Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI), mengatakan, kebijakan tersebut baik karena ingin meningkatkan standar kompetensi mengemudi atau pemohon SIM.
Baca juga: Tidak Perlu Ribet, Ini Cara Atur Kaca Spion Mobil yang Benar
Namun Sony mengingatkan bahwa pihak kepolisian juga butuh kesiapan lebih matang dari hulu sampai hilir. Apalagi jika sertifikat tersebut pada akhirnya ingin agar jumlah kecelakaan jalan raya menurun.
"Oke sekarang dibikin sekolahnya, tapi siapa yang jadi instrukturnya. Instruktur ini tidak sekadar dia bicara untuk memberi tahu, tapi sekali lagi memberi contoh tidak," kata Sony kepada Kompas.com, Minggu (10/7/2023).
"Kemudian edukasinya betul atau tidak, standarnya betul atau tidak. Itu banyak sekali pekerjaan rumah yang mesti dibenahi dan itu dilakukan teman-teman polisi sebagai regulator," kata Sony.
Baca juga: Terios Tak Bisa Belok di Tikungan, Innova Zenix Jadi Korban
Sony mengatakan semua orang bisa jadi instruktur. Perbedaannya ialah pengalaman dan jam terbang. Jika syarat SIM harus usia 17 tahun maka instruktur harus punya jam terbang lebih dari itu untuk bisa disebut pengalaman.
Korlantas sendiri sebetulnya sudah mengantisipasi hal tersebut. Pada awal Juni 2023, Korlantas membuat Sertifikasi Training of Trainer (TOT) Pendidikan dan Pelatihan Mengemudi Seluruh Indonesia.
Diharapkan dengan adanya sertifikasi ini instruktur sekolah mengemudi punya standar yang sama baik. Kemudian Korlantas juga mengimbau agar instruktur dan sekolah mengemudi juga mendaftarkan diri.
"Kesimpulannya sekolah mengemudi atau penyeragaman instruktur bagus. Tetapi kalau tiba-tiba level 4 itu menurut saya sesuatu yang dipaksakan," kata Sony.
"Kemudian apakah di dalam sertifikasi ini ada yang lulus dan tidak lulus. Setahu saya semua lulus asal hadir dan bayar. Jadi sekarang penilaiannya di mana kalau semua lulus," ujar Sony.
Baca juga: Pemerintah Minta Penggunaan Sepeda Motor Dikurangi
Sony mengatakan, ada perbedaan ujian SIM di Indonesia dan di negara maju. Dia mengatakan, di Amerika dan sebagian negara Eropa, pemberi nilai ujian SIM bukan polisi namun orang awam alias sipil yang diperkerjakan.
"Seharusnya yang melakukan itu independen. Coba kalau kita lihat di Eropa dan Amerika yang menguji SIM itu bukan polisi orang awam. Karena orang awam lebih objektif menilai ini pengemudi aman atau tidak," kata Sony.
"Tapi balik lagi soal kultur dan pola pikir orang kita yang harus dilihat dulu, jangan sampai orang kita dijadikan meloloskan suatu pengemudi sementara dia pola pikirnya belum keselamatan. Ini juga jadi PR mana telor mana ayam," katanya.
Direktur Registrasi dan Identifikasi (Dirregident) Korlantas Polri Brigjen Yusri Yunus mengungkapkan alasan ada persyaratan sertifikasi dalam proses pembuatan SIM bagi masyarakat.
Baca juga: Modifikasi Mesin Motor Standar jadi 2 Silinder, Servisnya Bagaimana?
Pada akhir Juni 2023, Yusri mengatakan, hal ini dimaksudkan sebagai upaya nyata Korlantas Polri untuk meningkatkan kualitas pengemudi dan keamanan berlalu lintas di Indonesia.
“Sekaligus sebagai salah satu upaya menurunkan tingkat pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas serta menghadirkan kamseltibcarlantas,” kata Yusri.
Yursi mengharapkan ketentuan itu akan membuat setiap individu menjadi seorang pengemudi kendaraan bermotor yang cakap, berpengetahuan, berwawasan serta memiliki etika dalam berkendara di jalan raya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.