JAKARTA, KOMPAS.com - Menjelang cuti bersama atau masa libur panjang Idul Adha yang berlangsung dari tanggal 28 Juni sampai 2 Juli, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan dan Kepala Korps Lalu Lintas Polri mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB).
Pada SKB tersebut, disebut punya tujuan untuk mengatur lalu lintas selama libur panjang. Isinya, ada pembatasan operasional angkutan barang pada tanggal 27-28 Juni dan 2 Juli.
Artinya, pada tanggal tersebut angkutan barang tidak bisa melintas pada jam tertentu baik ruas jalan tol maupun non tol. Keputusan pelarangan operasional truk ini bukan pertama kali terjadi ketika ada libur panjang.
Baca juga: Sopir Diduga Mengantuk, Bus PO Haryanto Tabrak Truk di Tol Surabaya
Agus Pratiknyo, Wakil Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) mengatakan, Ditjen Hubdat dan Korlantas Polri membuat SKB tanpa mengajak diskusi dahulu dengan sektor-sektor lain yang terimbas keputusan tersebut.
"Tercatat pasca lebaran 2022, kedua instansi terkait selalu membuat keputusan larangan operasional truk angkutan barang sumbu tertentu yang notabene menjadi salah satu bagian penting dalam rangkaian sistem logistik," ucap Agus dalam siaran resmi yang Kompas.com terima, Jumat (23/6/2023).
Agus mengatakan, ada dalih kalau pengangkut barang menjadi penyebab utama kemacetan dan pemicu terjadinya kecelakaan. Pemerintah seakan lupa kalau angkutan barang bukan cuma untuk di dalam negeri, tapi ada juga yang internasional.
Baca juga: Sekeluarga Tewas Usai Bermalam di Mobil dengan AC Menyala, Ini Penyebabnya
"Banyak pelaku bisnis lain terhambat dengan adanya kebijakan larangan truk barang sumbu tertentu tersebut selama masa libur panjang cuti bersama. Seperti truk pengangkut peti kemas dari dan ke pelabuhan laut atau udara," kata Agus.
Ketika truk tidak beroperasi, maka perusahaan angkutan akan merugi. Pendapatan usaha menurun, pengiriman barang jadi tertunda, padahal para pelaku di bisnis ini tidak kena pengaruh cuti bersama.
"Produktivitas menurun karena hari kerja efektif hilang. Tentu tidak akan menutup beban biaya bulanan seperti bunga pinjaman bank yang tidak mengenal hari libur cuti bersama," kata Agus.
Lalu, ada juga para pekerja seperti pengemudi dan tenaga bongkar muat tentu sangat terdampak langsung karena penghasilan mereka yang rata-rata dibayarkan secara harian.
"Pemerintah seharusnya paham dan lebih bijaksana dalam menyikapi kebijakan libur panjang," kata Agus.
Pelaku usaha sebenarnya sudah setuju adanya pembatasan atau larangan operasi saat libut hari raya keagamaan yang sudah jadi tradisi. Cuma, dengan adanya libur panjang, seharusnya tidak perlu juga dibuat adanya aturan yang serupa.
"Sebelum memutuskan kebijakan pembatasan kendaraan angkutan barang hendaknya mengundang semua pihak terkait baik para pelaku usaha, pabrikan dan semua asosiasi yang berkepentingan," kata Agus.
Bisa dibilang, para pengusaha juga sedang berusaha recovery setelah diterjang pandemi beberapa tahun terakhir. Tapi dengan adanya larangan, seakan pemerintah tidak acuh, cuma mementingkan ego dengan alasan menyediakan jalanan yang lancar dan aman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya