JAKARTA, KOMPAS.com - Pabrikan sepeda motor sudah menganjurkan nilai oktan yang sesuai untuk tiap-tiap jenis motor. Umumnya, motor dengan cc 150 ke bawah dianjurkan menggunakan oktan 92, sedangkan kapasitas mesin 250 ke atas dianjurkan pakai BBM oktan 98.
Jika motor cc rendah dinaikkan nilai oktan BBM-nya, risiko yang terjadi adalah kerusakan beberapa komponen seperti busi dan oli cepat habis. Lalu apa akibatnya jika motor cc besar diturunkan nilai oktannya?
Menurut Ibnu Sambodo, Team owner Manual Tech Racing, motor dengan cc besar seperti motor sport dan motor gede (Moge) akan mengalami detonasi jika menggunakan bbm oktan rendah.
“Nantinya akan terjadi detonasi atau missfire di ruang bakar karena kompresinya tidak sempurna. Motor dengan cc besar wajib menggunakan oktan tinggi supaya kompresinya seimbang,” katanya ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (14/3/2023).
Baca juga: Tanggapan Isuzu Soal Subsidi Bus Listrik Harus TKDN 40 Persen
Berbeda dengan proses pembakaran (combustion) BBM konsisten yang normal, detonasi adalah ledakan yang terjadi di ruang mesin akibat bahan bbm tidak bisa mengimbangi kompresi mesin.
“Kalau terjadi detonasi, bisa disimpulkan jika proses pembakaran di combustion chamber tidak optimal, konsumsi bbm juga akan luar biasa boros,” kata Ibnu.
Menurut Ibnu, motor sering detonasi akan memunculkan risiko lain, yakni kerusakan pada bagian silinder dan kepala piston di dalam mesin motor.
“Nantinya kepala piston bisa meleleh karena kompresinya yang besar tidak bisa ditahan oleh bbm oktan rendah. Ibaratnya piston tidak punya limiter,” ujarnya.
Satu sifat BBM oktan tinggi adalah kemampuannya untuk menahan dan mengimbangi kompresi besar. Hal itu dimungkinkan karena bbm oktan tinggi sulit terbakar. Sebaliknya, bbm oktan rendah sangat mudah terbakar dan hanya cocok digunakan untuk motor dengan kompresi rendah.