Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Insentif Kendaraan Listrik Bisa Hemat Rp 55 Triliun buat Impor BBM

Kompas.com - 08/03/2023, 16:01 WIB
Ruly Kurniawan,
Azwar Ferdian

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemberian bantuan pemerintah berupa insentif pembelian Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) yang rencananya mulai berlaku 20 Maret 2023, diperkirakan bisa menghemat devisa negara sampai Rp 55 triliun untuk impor BBM.

Hal tersebut tercipta apabila insentif mampu merangsang daya beli masyarakat untuk mulai menggunakan sepeda motor listrik sebanyak 1,2 juta unit. Dalam kondisi terkait, paling sedikit penghematan devisa sebesar Rp 27,5 T.

Demikian dikatakan Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin dalam konferensi pers di gelaran bertajuk 'Welcome Subsidi Motor Listrik', Rabu (8/3/2023).

Baca juga: Setelah Gesits, ITS Bikin Motor Listrik Lagi?

Ilustrasi motor listrik United E-MotorKOMPAS.com/DIO DANANJAYA Ilustrasi motor listrik United E-Motor

"Subsidi sepeda motor listrik, mampu menyelamatkan devisa negara senilai 3,5 hingga 7 kali lipat daripada total besaran yang dikeluarkan," ucapnya.

Oleh karena itu, Puput, panggilan akrabnya, minta masyarakat agar turut mendukung program ini supaya tujuan mengurangi impor BBM dan khususnya menekan emisi CO2 yang disebabkan kendaraan bermotor, terlaksana optimal.

Dalam kesempatan sama, ia juga menjelaskan bahwa selama ini kita bernafas dalam pollutant terutama yang sehari-harinya beraktivitas di kawasan perkotaan dengan kepadatan lalu lintas tinggi seperti Jakarta, Surabaya, Medan, serta Yogyakarta.

Kota-kota itu memiliki konsentrasi pencemaran udara tinggi. Jakarta misalnya memiliki rata-rata tahunan konsentrasi parameter PM 2.5 mencapai 46,1 μg/m3 sementara standar nasional hanya 15 μg/m3.

Baca juga: Elektrifikasi Kendaraan Menjadi Fokus Pemerintah

Foto stok: Mobil listrik Esemka Bima EVKOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO Foto stok: Mobil listrik Esemka Bima EV

"Atau rata-rata tahunan konsentrasi PM10, O3 dan SO2 (2020) masing-masing mencapai 59,03 μg/m3, 83,3 μg/m3 dan 42,76 μg/m3 yang juga melampaui standard nasional sehingga sering menyebabkan indeks kualitas udara (AQI, air quality indeks) di atas 100 (tidak sehat) bahkan di atas 200 (sangat tidak sehat), indeks kualitas udara berkategori baik pada angka 50 (maks)," kata Puput.

Kajian menunjukkan bahwa transportasi merupakan sumber utama pencemaran udara di kawasan perkotaan.

"Tak terhindarkan lagi, dampak kesehatan pun menyergap warta kota dengan sakit/penyakit pernafasan, kanker nasofaring, jantung koroner, dll dengan biaya pengobatan Rp 38,5 T (2010) dan Rp 51,2 T (2016), sehingga berdampak pada deficitnya BPJS Kesehatan yang baru surplus pada 2020/2021 dan diprediksi kembali akan deficit pada 2024," ujarnya lagi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau