JAKARTA, KOMPAS.com - Video viral memperlihatkan sejumlah pengendara sepeda motor jatuh saat sedang kebut-kebutan di jalan layang non tol yang ditengarai terjadi di bilangan Kuningan, Jakarta.
Dalam video yang diunggah akun Instagram cctv_monasco, terlihat ada beberapa pengendara yang melaju kencang. Salah satunya kemudian terjatuh karena mengerem terlalu keras berusaha menghindari tabrak depan.
Naas pengendara yang jatuh itu kemudian membuat motor di belakangnya terjatuh. Dalam video terlihat motor menghantam pembatas dan kemudian menyeret pengendara motor lainnya.
Baca juga: Cara Atur Spion Kabin untuk Hilangkan Silau Lampu Mobil Belakang
View this post on Instagram
Dalam video terlihat seperti ada benda yang jatuh melewati pembatas jalan. Sampai berita diturunkan belum ada konfirmasi dari kepolisian apakah ada korban jiwa dalam kejadian tersebut.
Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) Sony Susmana, menyoroti soal kebut-kebutan di jalan layang. Padahal motor tidak boleh masuk jalan layang karena dianggap berbahaya.
"Tidak pada tempat kebut-kebutan di jalan umum. Sekalipun sepi bukan berarti aman. Justru waspadai jalan-jalan yang kondisinya sepi dan gelap karena disitulah kadang-kadang bahaya datang akibat pengendara kurang waspada," kata Sony kepada Kompas.com, Sabtu (1/10/2022).
Baca juga: Masih Perlukan Ritual Menginjak Pedal Gas Sebelum Mematikan Mesin?
Sony mengatakan, keamanan berkendara datang dari cara pengendara menyikapi kondisi lalu-lintas dan kemampuan tertib berlalu-lintas. Di mana hal tersebut diimplementasikan ke dalam etika atau perilaku.
"Jalan (layang) non tol adalah jalur khusus kendaraan besar karena banyaknya bahaya yang datang dari cross wind, bumpy road, visibilitas & corner road. Kendaraan roda dua rentan hilang keseimbangan di jalan-jalan tersebut," kata dia.
Di sisi lain, Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu menyoroti bahwa, aksi kebut-kebutan di jalanan yang tampak sepi akan menghadirkan bahaya yang tidak terduga.
Bahkan, kondisi ini berpotensi menyebabkan terjadinya kecelakaan yang lebih fatal dibandingkan saat kondisi lalu lintas padat atau normal.
Baca juga: Citroen Pamer Mobil Listrik Konsep, Pakai Komponen Hasil Daur Ulang
“Memanfaatkan jalan sepi (untuk kebut-kebutan), tapi bagaimana pun sepi itu adalah ruang publik. Dan hal ini memberikan peluang terjadinya kecelakaan fatal,” ujar Jusri kepada Kompas.com beberapa waktu lalu.
Jusri menambahkan, beberapa kecelakaan fatal justru terjadi saat kondisi jalanan lengang. Hal ini disebabkan, saat kondisi jalanan sepi tidak hanya pengendara saja yang beranggapan demikian, tetapi pengguna jalan lain juga beranggapan sama.
“Lihat kecelakaan fatal yang terjadi dalam situasi sepi, Bagaimanapun jalan raya adalah ruang publik. Sepi justru berbahaya karena orang lain juga akan menganggap jalanan sepi dan tiba-tiba mereka melintas,” ucap dia.
Larangan
Padahal, sudah jelas bahwa sebelum naik JLNT terdapat rambu-rambu lalu lintas yang melarang motor untuk melintas. Adanya larangan ini bertujuan untuk melindungi nyawa pengguna motor itu sendiri.
Dari sekian banyak penyebab, salah satu yang ditekankan adalah adanya kemungkinan pengendara motor celaka akibat kuatnya embusan angin di atas JLNT.
Menurut Jusri kondisi jalur JLNT tidak cocok untuk dilintasi sepeda motor, karena dinilai terlalu tinggi. Ketinggian ini yang dinilai bisa membuat motor mudah goyah jika ditiup angin. Jika sudah goyah, motor akan mudah kehilangan keseimbangan dan berpindah lajur. Sehingga, berpotensi tertabrak kendaraan lain yang melaju dari belakang.
"Dengan kondisi sedemikian rupa, tingkat profil risikonya bagi motor lebih tinggi," kata Jusri, kepada Kompas.com, beberapa waktu lalu.
Dasar hukum terkait larangan motor melintas di JLNT tertulis pada Undang-Undang No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) Pasal 287 ayat 1 dan 2.
Dalam pasal tersebut, dinyatakan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan perintah, yang diisyaratkan oleh rambu lalu lintas atau alat pemberi isyarat lalu lintas, bisa dipidana dengan kurungan dua bulan atau denda Rp 500.000.
Selain itu, Ayat 5 dari pasal yang sama juga memberikan hukuman maksimal dua bulan dan denda Rp 500.000, apabila setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan melanggar batas kecepatan paling tinggi maupun paling rendah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.