Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Eddi Wibowo
PNS

Pengawai negeri sipil (PNS) dengan jabatan analis kebijakan ahli madya.

kolom

Menanti Mobil Listrik Murah

Kompas.com - 06/09/2022, 16:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEKTOR transportasi merupakan salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar. Di tahun 2019, misalnya, kontribusinya mencapai 24,52 persen dari total emisi.

Kita tahu emisi GRK adalah pemicu naiknya pemanasan global yang berujung ancaman perubahan iklim.

Sektor transportasi tidak lepas dari kendaraan berbahan bakar fosil. Selama lebih dari satu abad, teknologi otomotif dikembangkan melalui riset dan inovasi motor dengan bahan bakar berbasis bahan bakar fosil.

Konsekuensinya, ekosistem kendaraan berbahan bakar fosil telah sangat mapan. Tidak mengherankan jika kemudian isu ancaman terhadap lingkungan sebagai dampak penggunaan bahan bakar fosil yang digaungkan, memicu respon yang sangat beragam.

Pemerintah di berbagai negara akhirnya dihadapkan pada dilema kebijakan. Di satu sisi masyarakat dituntut untuk bergerak dalam aktivitas ekonomi. Namun di saat yang sama tetap memproduksi emisi karbon.

Baca juga: Harga Mobil Listrik Bekas Masih Mahal, Mulai Rp 500 Jutaan

Dalam merespon kondisi tersebut, pemerintah Indonesia berketetapan untuk menggenjot upaya transisi ke energi bersih atau energi hijau. Salah satu agenda terdekatnya adalah menghentikan penggunaan mobil dengan mesin berbahan bakar fosil di tahun 2040.

Kebijakan transisi ke energi hijau sudah berjalan jauh di negara-negara Eropa. Mereka telah menjadi pionir dalam penemuan dan penggunaan energi baru dan terbarukan.

Energi tenaga bayu, tenaga surya, dan panas bumi menjadi sumber-sumber energi yang kemudian akan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan energi yang selama ini masih disuplai dari energi fosil.

Yang menjadi pertanyaan adalah, apa pilihan yang bisa ditawarkan kepada publik jika produksi mobil berbahan bakar fosil dihentikan? Dari berbagai opsi, mulai dari mobil berbahan bakar hidrogen, minyak nabati, dan listrik, ternyata mobil listrik menjadi pilihan utama.

Mobil listrik dinilai sebagai pilihan yang memberikan dampak negatif paling rendah terhadap lingkungan. Kebijakan berbagai negara industri utama serta raksasa otomotif pun mengarah ke sana.

Ekosistem mobil listrik

Indonesia yang saat ini berpenduduk lebih dari 250 juta jiwa merupakan potensi pasar yang sangat besar untuk mobil listrik. Selain itu, sumber daya mineral sebagai bahan baku baterai mobil listrik tersedia berlimpah.

Ilustrasi pengecasan baterai mobil listrik Mazda MX-30Dieter Daniels/newmobility.news Ilustrasi pengecasan baterai mobil listrik Mazda MX-30
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sadar betul akan potensi ini dan tidak mau kecolongan langkah agar Indonesia tidak hanya menjadi pasar mobil listrik tetapi juga menjadi pemain dalam industri mobil listrik dunia. Ekosistem yang kondusif bagi mobil listrik di Indonesia menjadi kata kunci.

Bagian ini menjadi pekerjaan rumah yang panjang. Dari hulu ke hilir industri, dari aspek teknis sampai strategis, dan bahkan membangun image mobil listrik yang positif bagi masyarakat.

Akhirnya, menjadi tugas pemerintah untuk menyiapkan strategi secermat mungkin terkait setidaknya tiga isu.

Pertama, ketersediaan baterai. Memastikan adanya industri yang memproduksi baterai akan menekan harga mobil listrik.

Baca juga: Gaikindo Sebut Animo Masyarakat terhadap Mobil Listrik Meningkat

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau