Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tabrak Lari hingga Lawan Arah, Honda Brio Diamuk Massa

Kompas.com - 11/01/2022, 15:02 WIB
Aprida Mega Nanda,
Azwar Ferdian

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Beredar di media sosial video yang memperlihatkan mobil Honda Brio diamuk massa di Permata Hijau, Jakarta Selatan.

Dalam rekaman yang diunggah oleh akun Instagram @merekamjakarta, terlihat banyak warga mengelilingi dua mobil yang bertabrakan di pinggir jalan. Beberapa warga bahkan merusak mobil Honda Brio berkelir hitam itu.

Kejadian bermula ketika mobil berpelat B 2402 UKK yang dikemudikan DN menabrak seorang pengendara motor di Jalan Kemanggisan Raya, Palmerah, Jakarta Barat.

DN yang panik akhirnya kabur ke arah Jalan Panjang dan menabrak pemotor lain di dekat Rumah Sakit Permata Hijau. Kedua Pemotor tersebut mengalami luka-luka karena terpental dari kendaraannya dan harus dilarikan ke rumah sakit.

Baca juga: Balap Liar yang Terselenggara di Ancol Bukan Kompetisi Cari Menang

Setelah menabrak dua pengendara tersebut, pengemudi mobil tetap melanjutkan pelariannya hingga menabrak satu sepeda motor dan dua mobil lain di Simpang Permata Hijau.

“Di lampu merah Permata Hijau menabrak sepeda motor, mobil Datsun, kemudian Honda Mobilio. Ketiga kendaraan mengalami kerusakan materi,” ucap Kanit Laka Lantas Polres Metro Jakarta Barat AKP Hartono, Senin (11/1/2022).

 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Jakarta Lewat Kamera (@merekamjakarta)

Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) Sonny Susmana mengatakan, ketika pengemudi (pelaku tabrak lari) melarikan diri dari masalah artinya yang bersangkutan panik, hilang kesadaran bahkan arogan.

“Apabila hal itu dilakukan pasti menimbulkan masalah yang lebih besar, kemarahan masyarakat, kerusakan yang lebih parah, korban yang bertambah sampai dengan pasal yang berlapis,” ucap Sony belum lama ini kepada Kompas.com.

Saat berada dalam kondisi ini, pengemudi yang merugikan orang lain harus bertanggung jawab. Segera ambil tindakan meminta maaf dan menolong korban.

Menurut Sony, melarikan diri adalah salah satu usaha yang dilakukan oleh pelaku untuk menghindari amuk massa akibat dari terjadinya sebuah kecelakaan.

Melarikan diri ada dua, bisa ke pos polisi terdekat atau menghilang untuk melepaskan tanggung jawab. Itu semua harus disikapi dengan kepala dingin dan kesiapan mental untuk bertanggung jawab,” kata dia.

Sementara itu, bagi warga sekitar, jika harus menghentikan pelaku yang melarikan diri, sebaiknya tidak dengan cara yang arogan. Sebaiknya lakukan pencegatan dengan cara yang aman agar tidak menimbulkan korban selanjutnya.

“Jangan kita melakukan kesalahan sama yang dilakukan pelaku, itu sama saja tidak bertanggung jawab. Ingat kita tidak tahu kejadian diawal, jadi semuanya harus dengan tindakan yang terukur,” ucapnya.

Jika pengemudi berhasil dihentikan untuk dimintai pertanggung jawaban, sebaiknya warga sekitar jangan terpancing emosi yang menyebabkan tindakan anarkis. Serahkan masalah tersebut kepada petugas yang berwenang untuk diproses sesuai hukum yang berlaku.

Sementara itu, pemerhati masalah transportasi Budiyanto menambahkan, setiap warga negara memiliki kedudukan hukum yang sama dan wajib menjunjung azas praduga tak bersalah. Seseorang baru dinyatakan bersalah setelah mendapat putusan dari pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap.

“Ketika terjadi kecelakaan, kemudian pengemudi tersebut melarikan diri (tabrak lari), setiap warga negara wajib menjunjung tinggi hukum dan tidak boleh main hakim sendiri. Misalnya, dengan cara merusak kendaraan atau melukai pengemudi kendaraan tersebut,” ucap Budiyanto.

Menurut Budiyanto, perusakan, pengeroyokan dan penganiayaan terhadap pengemudi yang melarikan diri kemudian tertangkap, merupakan perbuatan melawan hukum atau perbuatan tindak pidana.

Dijelaskan Pasal 170 KUHP kekerasan terhadap orang maupun barang yang dilakukan secara bersama-sama, yang dilakukan di muka umum seperti perusakan terhadap barang, penganiayaan terhadap orang ataupun hewan.

Apabila ada yang melanggar pasal tersebut pelaku main hakim sendiri dapat ancaman hukuman sesuai dampaknya, yaitu :

1. Melakukan tindak kekerasan, diancam hukuman lima tahun enam bulan penjara.
2. Tindakan kekerasan menyebabkan korban luka-luka, ancaman hukumannya tujuh tahun penjara.
3. Mengakibatkan korban luka berat, ancaman hukumannya sembilan tahun penjara.
4. Menganiaya korban hingga tewas, diancam hukuman 12 tahun penjara.

Baca juga: Tanpa Diskon Pajak, Masih Ada Pilihan MPV Murah di Bawah Rp 200 Juta

“Intinya kita negara hukum. Perbuatan main hakim sendiri dengan cara merusak barang atau kendaraan, penganiayaan dan pengeroyokan merupakan perbuatan tidak pidana dan tidak boleh terjadi karena dapat berkonsukensi kepada permasalahan hukum atau tindak pidana baru,” ucap Budiyanto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Komentar
usia pengemudi 15 tahun? apakah orangtuanya bisa kena pasal?


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi Akun
Proteksi akunmu dari aktivitas yang tidak kamu lakukan.
199920002001200220032004200520062007200820092010
Data akan digunakan untuk tujuan verifikasi sesuai Kebijakan Data Pribadi KG Media.
Verifikasi Akun Berhasil
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari
Login dan coba pengalaman membaca berita tanpa iklan
atau