JAKARTA, KOMPAS.com - Perilaku menyalip adalah kondisi yang rentan mengalami kecelakaan. Ada beberapa alasan mengapa menyalip atau mendahului perlu perhitungan matang.
Jusri Pulubuhu, Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), mengatakan, setidaknya ada tiga alasan mengapa mendahului kendaraan lain bisa sangat berisiko pada keselataman.
Baca juga: Daftar Juara Dunia MotoGP 10 Tahun Terakhir, Quartararo Masuk Daftar
"Mengapa? dalam kondisi normal saja kendaraan saat akan menyalip pasti memacu kecepatan lebih tinggi dari mobil depannya," kata Jusri kepada Kompas.com, Sabtu (23/10/2021).
"Kemudian saat menyalip pengemudi memasuki sisi blind spot yang akan disalip. Saat itu yang disalip tidak melihat. Kemudian jika menyalip di jalur biasa (jalur dua arah) akan mengambil jalur orang," katanya.
Oleh karena itu kata Jusri, dibandingkan rambu peringatan yang lain, rambu peringatan dilarang menyalip lebih banyak dari rambu lainnya
"Ketentuan menyalip lebih banyak dari ketentuan atau larangan yang lain. Contoh, dilarang menyalip di tanjakan, di turunan, di jalur (marka) jalan solid, kemudian menyalip di persimpangan. Itu saja sudah lima," katanya.
"Terus dilarang menyalip di depan sekolah, di depan rumah sakit, di depan kantor polisi, komplek militer, di zebra cross, di polisi tidur, dan di jembatan. Kalau tidak salah ada 14-15 larangan menyalip," katanya.
Baca juga: Live MotoGP Emilia Romagna - Jack Miller, Joan Mir Kecelakaan
Berdasarkan hal itu kata Jusri, bahwa betul peringatan para ahli keselamatan berkendara yang menyebut menyalip sangat rentan dengan kecelakaan.
"Fakta berdasarkan lalu lintas, menyalip memberikan kontribusi terbanyak dalam kecelakaan yang ada. Hampir 70-74 persen dari kecelakaan terjadi pada saat menyalip," kata Jusri.
"Data itu datang dari polisi dan di luar negeri NHTSA (badan keselamatan berkendara AS). Salah satu korporasi klien saya, data kecelakaan di perusahaan itu memang paling besar menyalip," ungkapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.