JAKARTA, KOMPAS.com - Pembangunan ekosistem kendaraan listrik menjadi salah satu upaya menangani masalah perubahan iklim.
Pasalnya, dengan alih energi tersebut, otomatis bisa menekan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) berbasis fosil.
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza mengatakan, penerapan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) diperkirakan bisa menurunkan impor bensin hingga 373 juta barrel pada 2050.
"Implementasi KBLBB akan menurunkan impor BBM, terutama bensin sebesar 51 juta barrel pada 2020, dan 373 juta barrel pada 2050," ucap Hammam dalam seremoni virtual peluncuran dua SPKLU BPPT-Pertamina, Kamis (5/8/2021).
Baca juga: Luncurkan 2 SPKLU, Dirut Pertamina: Masyarakat Bisa Isi Daya Kendaraan Listrik Gratis
Lebih lanjut Hammam menjelaskan, dengan asumsi harga impor bensin yang digunakan serta nilai tukarnya yang mencapai 15.000 per dollar Amerika Serikat, potensi penghematan devisa dari impor bensin sebesar 5,86 miliar dollar AS atau setara Rp 87,86 triliun.
Namun, di satu sisi, hadirnya KBLBB juga akan memberikan dampak berupa sedikit kenaikan impor untuk liquefied natural gas (LNG) yang berguna untuk sektor pembangkit listrik.
Hal tersebut akan memberikan efek potensi penurunan defisit neraca perdagangan migas menjadi lebih kecil, yakni 78,42 miliar dollar AS pada 2050.
Baca juga: BPPT Kebut Pengembangan SPKLU Fast Charging Motor dan Mobil
"Penerapan KBLBB menurunkan impor BBM untuk rasio impor terhadap penyediaan energi nasional. Kita lihat pada 2030 rasio impor akan menurun 2 persen, sedangkan pada 2050 rasio impor turun sebesar 6,6 persen. Impor BBM akan menurun karena adanya subtitusi BBM dengan listrik," ucap Hamman.
Lebih lanjut Hamman mengatakan, untuk mengembangkan KBLBB di Indonesia, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Salah satunya mengetahui seberapa cepat transisi dari kendaraan konvensional menjadi motor listrik, dan seberapa mampu Indonesia memproduksi kendaraan listrik sendiri.
Hal tersebut perlu perhatian khusus dan pengkajian lebih dalam, terutama terkait komponen pendukung, seperti motor traksi, battery pack, juga terkait SPKLU yang menjadi infrastruktur pendukung kendaraan listrik.
Baca juga: Pindad MV2 4x4 Dijual Umum, Berapa Harga dan Siapa Targetnya ?
"Kita perlu melakukan upaya untuk meningkat pengembangan motor traksi, lalu apakah ada fasilitas pendukung industri motor traksinya. Hal ini menjadi perlu untuk dikaji dan diterapkan," ujar Hammam.
"Dari SPKLU, kita harus menjawab pertanyaan seperti apakah SPKLU perlu disediakan di seluruh Indonesia, berapa kebutuhannya, dan bagaimana model bisnis untuk menjalankannya. Pertanyaan tersebut akan dijawab dalam kaji terap BPPT sesuai tujuh peran BPPT," kata Hammam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.