JAKARTA, KOMPAS.com - Istilah "pelat nomor dewa" pasti sudah sering terdengar di telinga masyarakat. Artinya adalah tanda nomor kendaraan (TNKB) yang digunakan oleh para pejabat negara. Misalnya dengan akhiran huruf RFP, RFS,RFD, RFL, dan banyak lainnya.
Tentunya, mobil dengan pelat mobil tersebut memiliki sejumlah fasilitas karena diberikan oleh negara kepada instansi atau pejabat tertentu.
Sebab, warga sipil tidak bisa menggunakan pelat nomor dewa atau khusus ini.
Baca juga: Mobil dengan Plat Nomor Dewa Tidak Bisa Sembarangan Pakai Rotator
Bahkan, cukup sering masyarakat pengguna jalan melihat mobil berpelat nomor dewa tersebut dengan asyiknya melaju di bahu jalan.
Perlu diketahui, ada beberapa kendaraan yang memiliki hak istimewa di jalan. Itu semua sudah diatur dalam Pasal 134 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ, disebutkan bahwa ada tujuh jenis kendaraan yang dapat prioritas.
Namun, agar hak mereka terpenuhi, mobil harus dikawal langsung oleh petugas kepolisian. Tanpa pengawalan justru dapat membahayakan diri sendiri dan orang sekitar.
Hal ini juga berlaku pada mobil-mobil dengan pelat nomor akhiran khusus, seperti mobil dengan pelat RFP, RFS, RFD, dan RFL.
Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Sambodo Purnomo Yogo mengatakan, mobil dengan pelat nomor dewa ini tidak memiliki keistimewaan khusus saat melaju di jalan, kecuali jika mereka bertugas dengan kawalan polisi.
“Setiap kendaraan yang digunakan di jalan wajib mematuhi aturan lalu lintas, tanpa terkecuali, mau pelat apa pun. Tidak ada ke istimewaan bagi mereka (pengguna pelat dewa),” ucap Sambodo, belum lama ini kepada Kompas.com.
Aturan bahu jalan
Seperti diketahui, bahu jalan tol tidak bisa digunakan sembarangan. Penggunaannya hanya boleh untuk sesuatu yang bersifat darurat, dan hanya petugas yang berwenang yang boleh menggunakannya.
Aturan ini sudah dibakukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol. Dalam peraturan tersebut, tertulis jelas peruntukan jalan tol, khususnya pada Pasal 41 ayat 2.
Penggunaan bahu jalan diatur sebagai berikut:
a. Digunakan bagi arus lalu lintas pada keadaan darurat.
b. Diperuntukkan bagi kendaraan yang berhenti darurat.
c. Tidak digunakan untuk menarik/menderek/mendorong kendaraan.
d. Tidak digunakan untuk keperluan menaikkan atau menurunkan penumpang, dan (atau) barang dan (atau) hewan.
e. Tidak digunakan untuk mendahului kendaraan.
Baca juga: Ini Aturan Penggunaan Strobo dan Sirene di Jalan Raya
Pada lembar Penjelasan atas peraturan di atas, yang dimaksud dengan keadaan darurat pada huruf a adalah di mana sebagaian atau seluruh jalan lalu lintas tidak dapat berfungsi, karena kejadian kecelakaan lalu lintas atau pekerjaan pemeliharaan.
Sementara huruf b, kendaraan boleh berhenti darurat jika mogok menertibkan muatan, gangguan lalu lintas, atau gangguan fisik pengemudi.
Siapa pun yang melanggar aturan di atas dapat dikenakan sanksi berupa denda Rp 500.000 atau ancaman pidana maksimum dua bulan, sebagaimana sesuai dengan Pasal 287 ayat 1.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.