JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perdagangan RI optimistis menang dalam tuntutan keberatan terkait keputusan Filipina yang ingin melakukan pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS) atau safeguard atas impor mobil asal Indonesia.
Jerry Sambuaga, Wakil Menteri Perdagangan RI menyatakan, hal tersebut seiring dengan posisi industri dan perdagangan otomotif nasional yang sangat kuat alias firm baik di dalam negeri maupun regional Asia Tenggara.
Oleh karenanya, diharapkan pemerintah Filipina memiliki bukti kuat yang menyatakan jika mengalami kerugian serius akibat barang impor terkait dari Indonesia sebelum akhirnya menerapkan pengenaan BMTPS.
Baca juga: Mobil Asal Indonesia Kena Safeguard Filipina, Pemerintah Layangkan Keberatan
"Menanggapi kasus ini, kita harus mengetahui secara persis seberapa kerugian dari Filipina akibat impor kendaraan bermotor dari Indonesia. Hal tersebut harus sejalan dengan tuntutan yang mereka ajukan kepada kita," ujar Jerry dalam acara Bussiness Talk Live di KompasTV, Selasa (19/1/2021).
"Sehingga, mereka tidak bisa serta-merta melakukan safeguard itu tanpa disertai argumentasi yang jelas, bukti-bukti yang objektif, dan hal-hal scientific yang bisa dibuktikan dengan angka," tambahnya.
Ia melanjutkan, pemerintah akan terus melakukan pendekatan regional, bilateral, multilateral, dan institusional untuk mencari solusi terbaik atas proteksi itu. Sebab, bagaimana pun juga Filipina merupakan negara sahabat yang berada di ASEAN dan bersama-sama dalam forum sama dalam memajukan industri.
"Kami yakin, masalahnya itu tidak berhubungan dengan ekspor kami ke sana tetapi ada hal lain. Sebab Indonesia juga punya kepentingan untuk mengembangkan ekspor nasional sesuai dengan aturan berlaku secara regional maupun ASEAN," kata Jerry.
Baca juga: Ekspor ke Filipina Ada Pajak Lagi, Toyota: Harusnya Perdagangan Bebas
Sebelumnya, otoritas Filipina memutuskan akan melakukan pengenaan BMTPS untuk produk otomotif berupa mobil penumpang atau kendaraan (passenger cars/vehicles, AHTN 8703) dan kendaraan komersial ringan (light commercial vehicles, AHTN 8704) untuk semua negara yang melakukan ekspor ke Filipina, salah satunya Indonesia.
BMTPS tersebut berbentuk cash bond alias uang jaminan per unit dengan nilai 70.000 peso (Rp 20 juta) bagi mobil penumpang dan 110.000 peso (Rp 70 juta) untuk kendaraan komersial ringan.
Dalam surat resminya, Kementerian Perdagangan dan Industri (DTI) Filipina selaku otoritas penyelidikan menginformasikan bahwa pengenaan BMTPS akan berlaku selama 200 hari dimulai sejak dikeluarkannya customs order Filipina.
Tetapi hal ini dikecualikan untuk produk mobil penumpang impor dalam bentuk completely knocked-down, semi knocked-down, kendaraan bekas, serta kendaraan untuk tujuan khusus seperti ambulans, kendaraan jenazah, kendaraan listrik, dan kendaraan mewah dengan harga di atas 25.000 dollar AS (free on board).
Baca juga: Reaksi Kemenperin Terkait Pembatasan Impor Otomotif di Filipina
Selain itu, Indonesia juga dikecualikan atau tidak menjadi subjek BMTPS untuk produk-produk kendaraan komersial ringan. Custom order tersebut dikeluarkan pada 20 Januari 2021.
Padahal, Indonesia, Filipina, serta negara ASEAN lainnya sudah sepakat dalam ASEAN Free Trade Area (AFTA), yakni kesepakatan antar negara-negara di kawasan terkait untuk membebaskan tarif ekspor atau impor.
Jadi, tindakan Filipina ini berpotensi melanggar AFTA, terlebih bila tuntutan yang diajukan tidak memiliki landasan kuat (impor otomotif dari Indonesia mengacaukan perdagangan atau industri dalam negeri Filipina).
Sementara dilihat dari produksi kendaraan roda empat di kedua negara, berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), pada tahun 2019 Indonesia mampu mencapai 1.286.848 unit. Capaian ini sangat jauh dibandingkan dengan produksi Filipina yang hanya mencapai 95.094 unit.