Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PSBB Diperpanjang, Ojol Minta Pemerintah Tekan Aplikator

Kompas.com - 28/04/2020, 03:42 WIB
Stanly Ravel,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dampak pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), membuat pengendara ojek online (ojol) merana lantaran penghasilannya makin terjun bebas akibat tak boleh membawa penumpang.

Bahkan makin meresahkan lagi saat adanya pengumuman dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengenai perpanjangan PSBB hingga 22 Mei mendatang.

Menanggapi kondisi ini, Igun Wicaksono, Ketua Presidium Nasional Garda Indonesia, mengatakan tidak kaget dengan adanya keputusan tersebut. Bahkan menurutnya hal tersebut sudah diperkirakan sejak awal.

Baca juga: Awal Bulan Puasa, Fortuner Diskon Rp 100 Juta, Pajero Sport Rp 30 Juta

"Untuk PSBB diperpanjang, saya bersama teman-teman ojol sebenarnya sudah membaca tidak mungkin hanya 14 hari, makanya dari awal kami sudah keras meminta dan memohon agar diberikan solusi bisa membawa penumpang. Tapi ternyata Pemprov berpihak pada aturan Kementerian Kesehatan (Kemenkes)," ucap Igun kepada Kompas.com, Senin (27/4/2020).

Petugas memberikan teguran tertulis kepada warga saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Bandung Raya, Setiabudi, Bandung, Jawa Barat, Rabu (22/4/2020). Pemprov Jawa Barat mulai memberlakukan (PSBB) Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Sumedang dalam rangka percepatan penanganan COVID-19 selama 14 hari dimulai pada 22 April hingga 5 Mei 2020.ANTARA FOTO/M AGUNG RAJASA Petugas memberikan teguran tertulis kepada warga saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Bandung Raya, Setiabudi, Bandung, Jawa Barat, Rabu (22/4/2020). Pemprov Jawa Barat mulai memberlakukan (PSBB) Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Sumedang dalam rangka percepatan penanganan COVID-19 selama 14 hari dimulai pada 22 April hingga 5 Mei 2020.

Secara kondisi, Igun menjelaskan rekan-rekan ojol sudah cukup parah terkena imbas PSBB. Bahkan adanya bantuan pun tidak menjamin bisa mencukupi untuk kehidupan sehari-hari, terutama bagi ojol yang benar-benar mengantungkan penghasilannya dari membawa konsumen.

Namun demikian, Igun mengaku bila komunitasnya secara kondisi sudah cukup mengerti akan akan kondisinya seperti apa. Bahkan saat ini ojol sendiri fokus bukan lagi menuntut pada pemerintah, melainkan dari pihak aplikator selaku mitra kerjanya.

"Semua sektor kini merasakan hal yang sama, yang besar-besar saja sudah terasa, apalagi kami yang di lapangan. Tapi pada intinya kami sekarang fokus ke aplikator, bagaimana penanganannya terhadap kami ini selaku mitra mereka," ujar Igun.

Baca juga: Marak Pencurian, Kunci Setang Motor ke Arah Kanan Bisa Cegah Maling?

"Intinya mereka (aplikator) selama ini bisa meraup keuntungan sangat besar dari kami, harusnya dalam situasi dan kondisi seperti ini, yang mana mitranya sedang tertekan kesulitan, ojol ini jadi beban dari mereka," kata dia.

Pengemudi ojek online menunggu penumpang di Kawasan Stasiun Sudirman, Jakarat Pusat, Rabu (11/3/2020). Kementerian Perhubungan (Kemenhub) resmi menaikan tarif ojek online untuk zona 2 atau wilayah Jabodetabek pada 16 Maret 2020. Kemenhub memutuskan untuk menaikan tarif batas bawah (TBB) ojol sebesar Rp 250 per kilometer (km) menjadi Rp 2.250 per km, dari sebelumnya Rp 2.000 per km.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Pengemudi ojek online menunggu penumpang di Kawasan Stasiun Sudirman, Jakarat Pusat, Rabu (11/3/2020). Kementerian Perhubungan (Kemenhub) resmi menaikan tarif ojek online untuk zona 2 atau wilayah Jabodetabek pada 16 Maret 2020. Kemenhub memutuskan untuk menaikan tarif batas bawah (TBB) ojol sebesar Rp 250 per kilometer (km) menjadi Rp 2.250 per km, dari sebelumnya Rp 2.000 per km.

Igun meminta pemerintah untuk bisa menekan pihak aplikator ojol agar bisa memperhatikan kesejahteraan dari mitranya di tengah pandemi corona.

Meski sudah ada beberapa gerakan formal, namun menurut Igun dan rekan-rekannya hal tersebut seperti hanya sebuah syarat saja, bahkan secara manfaat memang belum ada.

"Bantuan berupa voucher elektrik Rp 100.000 memang ada beberapa yang sudah dapat, tapi bila melihat dari segi kebutuhan itu apakah cukup. Kami sekarang hanya meminta pemerintah untuk menekan aplikator agar bisa memberikan tanggung jawabnya kepada kami yang sudah berdarah-darah di lapangan," kata Igun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau