Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Punya Penyakit Jantung Sebaiknya Jangan Nekat Bawa Kendaraan

Kompas.com - 18/02/2020, 14:02 WIB
Stanly Ravel,
Aditya Maulana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kematian akibat serangan jantung memang tak bisa diprediksi. Bahkan setiap tahun, menurut WHO korbannya bisa terus bertambah dan bisa menimpa siapa saja serta di mana saja, termasuk juga bagi biker yang sedang asik mengendarai sepeda motor.

Walau secara data tak pernah ada catatan resminya, tapi menurut Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu, cukup banyak pengendara motor yang meninggal saat sedang mengendari motornya.

"Ada beberapa kasus yang saya temui, dan memang dampak serangan jantung bagi pemotor itu jauh lebih bahaya dibandingkan pengendara mobil. Dalam arti, karena naik motor itu terbuka, jadi selain serangan jantung bagi si pengendara, ada risiko yang bisa membahayakan pengguna jalan lain juga," ucap Jusri saat dihubungi Kompas.com, Selasa (18/2/2020).

Baca juga: Kesalahan Dasar saat Wanita Baru Bisa Naik Motor, Sein Kanan Belok ke Kiri

Suasana jalan yang dipadati pengendara motor di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (15/1/2020). Menghindari kemacetan di jalan raya Lenteng Agung, imbasnya jalan tersebut juga macet.KOMPAS.com/M ZAENUDDIN Suasana jalan yang dipadati pengendara motor di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (15/1/2020). Menghindari kemacetan di jalan raya Lenteng Agung, imbasnya jalan tersebut juga macet.

Lantas apa dan bagaimana langkah yang harus dilakukan pemotor bila ketika sedang dalam perjalanan terkena serangan jantung ?

Ketika menanyakan hal ini, Jusri menjelaskan memang sangat sulit untuk menyikapi kondisi tersebut, apalagi yang namanya serangan jantung tak mengenal waktu dan tempat.

"Sangat sulit yah, harusnya lebih pada kesadaran diri, bila memang sudah lelah jangan paksa terus berkendara, bila sudah ada gejala-gejala, langsung menepi saja. Harusnya orang yang sudah punya riwayat jantung, sejak awal jangan maksa untuk berkendara, baik itu motor atau mobil," kata Jusri.

"Mereka harus ingat, selain berisiko untuk dirinya juga bisa membahayakan bagi pengendara lain. Saat terjadi serangan, pemotor bisa saja langsung jatuh dan kolaps padahal sedang berkendara pada kecepatan yang cukup tinggi, ini sangat fatal," kata dia.

Para pengendara motor memilih jalan tikus di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, untuk menghindari kemacetan di jalan utama. Dampaknya, jalan tersebut juga macet.SANDRO GATRA/KOMPAS.com Para pengendara motor memilih jalan tikus di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, untuk menghindari kemacetan di jalan utama. Dampaknya, jalan tersebut juga macet.

Baca juga: Waspada Bahaya Macet pada Kesehatan Jiwa

Parahnya lagi, serangan jantung kini bisa menimpa siapa saja, artinya tak hanya menyerang orang-orang yang sebelumnya memang sudah memiliki riwayat jantung saja.

Jusri menjelaskan hal ini lantaran beragam faktor. Mulai dari pola gaya hidup yang tidak sehat, kondisi fisik yang memang sedang lemah, serta beban pikiran yang dialami pemotor, baik karena masalah pribadi atau karena tuntutan pekerjaan.

Kemacetan kendaraan dari arah Semanggi menuju ke Grogol saat jam pulang kerja di Jakarta, Rabu (13/2/2013). Kemacetan parah terjadi hampir setiap hari di Jakarta, namun hingga saat ini belum ada solusi yang efektif untuk mengurai kemacetan Jakarta. 

KOMPAS/RADITYA HELABUMI Kemacetan kendaraan dari arah Semanggi menuju ke Grogol saat jam pulang kerja di Jakarta, Rabu (13/2/2013). Kemacetan parah terjadi hampir setiap hari di Jakarta, namun hingga saat ini belum ada solusi yang efektif untuk mengurai kemacetan Jakarta.

"Serangan jantung saat ini tak mengenal usia. Potensi pengendara motor di Jakarta sebenarnya cukup besar, apalagi bagi mereka yang pekerja, sudah istirahat kurang, di jalan lelah karena macet, polusi udara, ditambah lagi ada tekanan tugas dari kantor atau mungkin pribadi. Hal ini menjadi triger," ujar Jusri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau