JAKARTA, KOMPAS.com - Pembatasan kendaraan pribadi sampai saat ini dianggap masih menjadi salah satu upaya yang tepat untuk menekan kemacetan lalu lintas.
Setelah menerapkan ganjil genap di pintu-pintu tol penyangga DKI Jakarta, kali ini Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) kembali melemparkan rencana kebijakan jalan berbayar alias Electronic Road Pricing (ERP).
Penerapanya direncanakan baru dimulai pada 2020. Sementara untuk ruas jalan yang menjadi incaran adalah, Margonda-Depok, Daan Mogot-Tangerang, dan Jalan Kalimalang-Bekasi.
Baca juga: Tahun Depan Margonda, Daan Mogot, dan Kalimalang Terapkan Jalan Berbayar
Namun ketika dikonfirmasi soal detail tarif dan teknisnya seperti apa, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat BPTJ Budi Rahardjo, menjelaskan bila semuanya masih dalam tahap proses pembahasan.
"Kalau soal itu masih dalam proses pembahasan, baik skema hukum, skema kelembagaan, skema pembiayaan, dan skema teknis secara bertahap. Belum sedetil itu," ucap Budi pekan lalu kepada Kompas.com.
Melihat dari rencanya yang ditetapkan BPTJ mengenai ERP, sebenarnya sama dengan wacana yang akan diterapkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Seperti diketahui, setelah cukup lama tertunda karena beragam alasan, akhirnya Pemprov DKI menyatakan siap memberlakukan ERP di Jalan Sudirman pada 2021 mendatang.
Baca juga: Perpanjangan Ganjil-Genap, Mempertanyakan Keseriusan ERP
Hal ini dinyatakan langsung oleh Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo beberapa waktu lalu.
Menurut Syafrin, pihaknya bakal mengejar ERP pada 2021 setelah proses pengkajian ulang atas proyek ERP sesuai arahan Kejaksaan Agung yang dimulai tahun depan.
"Kita harapakan tahun depan di triwulan satu kajiannya sudah selesai," ucap Syafrin yang dikutip dari Kompas Megapolitan.
Dengan kata lain, artinya akan ada empat ruas jalan yang menerapakan ERP. Tiga pada akses masuk Jakarta, yakni Margonda, Kalimalang, dan Daan Mogot, sementara satunya lagi ada di Jalan Sudirman yang ada di pusat kota.
Lebih Efektif Dibandingkan Ganjil-Genap
Pengamat transportasi dari Universitas Indonesia (UI) Ellen Tangkudung, menilai kebijakan perluasan ganjil genap yang diterapkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI, tidak efektif bila tidak menyertakan sepeda motor.
"Tujuannya diperluas intinya adalah untuk menekan polusi udara, itu isi dari Intrusksi Gubernur (Ingub) No. 66 kemarin. Kalau begitu, baiknya semua kendaraan bermotor yang mengeluarkan emisi diikut sertakan agar lebih efektif manfaatnya," ujar Ellen, ketika dihubungi Kompas.com belum lama ini.
Baca juga: Tahun Depan Margonda, Daan Mogot, dan Kalimalang Terapkan Jalan Berbayar
Menurut Ellen, peredaran motor meski secara skala kapasitas mesin lebih kecil dari mobil, tapi dengan jumlah yang massif ikut berkontribusi memberikan dampak polusi.
Apalagi efek domino dari pemberlakuan ganjil genap juga tidak mengubah pola masyarakat beralih ke kendaraan umum, namun justru mencari moda transpotasi pribadi lain.
Mulai dari menambah motor sampai ada yang mencari mobil baru amupun bekas. Kondisi ini menurut Ellen, kurang disikapi sehingga meski jumlah mobil pribadi berkurang di zona penerapan ganjil genap. Namun kemungkinan peningkatan motor bertambah karena masyarakat yang beralih tadi.
"Kalau dilihat tren pengguna transportasi umum memang bertambah sejak penerapan ganjil genap, tapi tidak sesignifikan dengan penambahan populasi motor baru yang tiap hari mungkin terus meningkat. Jadi bila tujuannya mengarah ke polusi udara, harusnya ikut dibatasi (motor)," kata Ellen.
Tidak hanya itu, Ellen juga mengatakan sebenarnya kebijakan ganjil genap tidak efektif bila diterapkan menjadi permanen.
Harus ada kebijakan lain yang lebih mengena ke semua pengguna kendaraan pribadi seperti jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.