Dimulai musim balap 2020 sampai delapan musim ke depan dengan opsi perpanjangan, dengan mengucurkan modal awal 1 triliun dong atau sekitar Rp 608 miliar.
Kendati memiliki area yang sangat luas untuk membangun sebuah sirkuit modern baru, mereka lebih memilih opsi untuk membuat balapan di sirkuit jalan raya dan juga malam hari, sama seperti di Singapura.
Dari sisi penyelenggara lokal tentu biaya membuat sirkuit serta pemeliharaannya akan lebih mahal dibandingkan dengan membuat sirkuit jalan raya sebagai arena balap.
Mereka cukup menyediakan beberapa bangunan permanen, seperti pit building, tower dan main grand stand, dan sisanya adalah bangunan tidak permanen, bahkan aspal trek jalan raya akan menjadi tanggung jawab pemerintah setempat. Cara seperti ini diperkirakan bisa menghemat 40 persen biaya dalam 10 tahun penyelenggaraan di luar biaya membangun sirkuit permanen.
Biaya
Balapan malam hari pasti bukan pilihan penyelenggara lokal karena biaya pasti lebih tinggi, itu lebih karena alasan kenyamanan penonton di Eropa dan Amerika berkaitan dengan jam tayang siaran langsung.
Menurut gosip yang berkembang, mereka diberikan waktu penyelenggaraan awal April, dibuat tidak terlalu dekat dengan GP Singapore (September). Alasannya, penerangan di sirkuit pada malam hari yang digelar di Vietnam dilakukan dengan menyewa dari penyelenggara GP Singapore dan perlu 1-2 bulan persiapan.
Belajar dari apa yang dilakukan Malaysian GP serta Singapore GP, mengapa Indonesia tidak bisa berbuat banyak untuk menjadi tuan rumah balapan Formula 1?
Peran pemerintah untuk membangun sepertinya lebih tidak masuk akal dengan situasi seperti sekarang ini. Peran pengusaha hotel, restoran, transportasi dan lainnya dirasa cukup bisa mendukung penyelenggaraan event kelas dunia.Tinggal sekarang siapa penguasaha atau konsorsium di Indonesia yang mau dan mampu untuk menjadi pionir seperti peran Ong Beng Seng dan Pham Nhat Vuong.
Untung Rp 280 miliar
Tidak perlu membuat sirkuit baru, rasanya sirkuit jalan raya paling cocok untuk ditindak lanjuti dan lokasi tentu dicari yang mempunyai pengaruh bisnis yang luas seperti Jakarta atau Surabaya.
Sepertinya saya masih harus bermimpi ada grand stand dan start finish area di depan lapangan IRTI. Tikungan 1 hairpin di dekat gambir, kemudian melewati depan kantor Gubernur DKI belok kiri di jalan Sabang dan berkelak-kelok menuju bundaran HI, lalu kembali menuju area Monas dengan berbelok di depan patung Arjuna Wiwaha.
Sebuah sirkuit jalan raya dengan latar belakang Monumen Nasional dengan sinar lampu yang sangat indah.