JAKARTA, KOMPAS.com - Kendaraan bertenaga listrik punya teknologi yang berbeda dari kendaraan konvensional. Tak adanya proses pembakaran membuat kendaraan "zero emission" ini tak punya knalpot untuk saluran pembuangan. Dampaknya tentu tidak ada bunyi atau suara yang kerap keluar dari knalpot pada mobil pembakaran dalam.
Cepat atau lambat, kendaraan listrik diprediksi akan jadi tren di Indonesia, seperti juga di negara-negara lain di dunia. Namun, ketiadaaan bunyi ini ternyata jadi salah satu topik diskusi dalam perumusan regulasi kendaraan rendah emisi yang sedang disusun pemerintah.
Direktur Sarana Perhubungan Darat Direktorat Perhubungan Darat Kemenhub Sigit Irfansyah menilai masyarakat Indonesia sudah terbiasa dengan kendaraan yang berbunyi. Menurut Sigit, penerapan bunyi pada kendaraan listrik di Indonesia bisa mencontoh di China. Ia menyebut di negara tersebut bunyi mobil listrik dihasilkan lewat "speaker" berukuran kecil.
"Jadi bisa diatur pada kecepatan tertentu minimum harus 50 desibel. Jadi orang tidak akan kaget jika tiba-tiba ada benda di belakangnya," ucap Sigit di Jakarta, Senin (24/9/2018).
Baca juga: Kesenyapan Mobil Listrik Jadi Perdebatan dalam Regulasi
Ketua I Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia) Jongkie D Sugiarto menilai, pengaturan agar kendaraan listrik tetap berbunyi bertujuan agar pengguna jalan lain mengetahui jika ada kendaraan yang mendekat atau lewat. Jongkie menyatakan menyerahkannya pada hasil kajian Kemenhub.
Namun ia berpandangan, bunyi bukanlah ukuran untuk menilai aman atau tidaknya sebuah kendaraan. Ia bahkan menganggap bunyi kendaraan terkadang tidak berarti saat penggunaan di jalan tol.
"Kalau di jalan tol pakai suara juga tidak kedengaran, karena semua kaca jendela ditutup. Kalau di jalan biasa mungkin iya," kata Jongkie kepada Kompas.com, Rabu (26/9/2018).
Baca juga: Kapasitas Ideal Rumah Buat Nge-Charge Mobil Listrik
Menurut Jongkie, adanya suara sebenarnya bukan jaminan aman jika pengendaranya tidak tertib dan tidak mengedepankan prinsip "safety driving". Kondisi itulah yang sering terjadi di Indonesia.
"Ada mobil suaranya keras, tapi remnya blong atau bannnya gundul. Masa mengukur aman dari suaranya," ujar Jongkie.
Dalam acuan peraturan yang berlaku saat ini, yakni Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. 33 Tahun 2018 pasal 23, bunyi kendaraan listrik diatur dalam ayat 3-9. Berikut bunyinya:
(3) Kendaraan Bermotor listrik untuk memenuhi aspek keselamatan wajib dilengkapi dengan suara dengan tingkat kebisingan dan jenis suara tertentu.
(4) Tingkat kebisingan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling rendah 31 (tiga puluh satu) desibel dan paling tinggi tidak melebihi ambang batas Kendaraan Bermotor
yang menggunakan motor bakar biasa.
(5) Tingkat kebisingan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) minimum sebagai berikut:
a. pada kecepatan 10 (sepuluh) km/jam minimum 50 (lima puluh) desibel;
b. pada kecepatan 20 (dua puluh) km/jam minimum 65 (enam puluh lima) desibel;
c. untuk mundur minimum 47 (empat puluh tujuh) desibel.
(6) Suara yang ditimbulkan oleh Kendaraan Bermotor listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disesuaikan dengan kategori jenis kendaraan dan tidak menyerupai jenis suara:
a. hewan;
b. sirene;
c. klakson; dan
d. musik.
(7) Tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh Kendaraan Bermotor listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengikuti tingkat kecepatan Kendaraan Bermotor.
(8) Ambang batas uji kebisingan suara untuk Kendaraan Bermotor yang motor penggeraknya hanya menggunakan motor listrik.
(9) Ambang batas uji kebisingan suara untuk Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup.